20 April 2020

Mengapa DVR Jadi Tidak Bisa Merekam? (Bagian 2)

2. Tetapkanlah Durasi Rekaman.

Kendati DVR bisa merekam selama satu bulan penuh, namun ada baiknya jika kita menetapkan waktu rekaman yang lebih pendek, katakanlah per satu minggu. Ini dimaksudkan agar pemeriksaan bisa dilakukan dengan lebih intensif, sehingga masalah "tidak merekam" ini bisa diketahui lebih awal. Jadi, saran kami lupakanlah sejenak hard disk-hard disk besar, apalagi sampai hitungan Tera Byte (1 TB = 1000 Giga Byte!), kecuali jika anda benar-benar memerlukannya. 

Percaya atau tidak, hard disk berkapasitas kecil sampai sedang pada umumnya sudah mencukupi untuk rekaman selama 1 minggu pada 15 fps. Pada akhir pekan, misalnya Sabtu pagi, kita bisa meluangkan waktu untuk sekedar mengecek kondisi DVR kita sambil melihat hasil rekaman pada minggu itu. Jika ada rekaman penting, segera lakukan backup melalui USB Flash Disk atau media lain yang disediakan, yaitu CD/DVD RW. 

Namun, jika tidak ada kasus penting, maka lakukanlah format terlebih dahulu sebelum memulai rekaman baru. Pastikan pula tampilan jam dan tanggal pada DVR kita tidak ngaco. Jika tidak punya waktu, anda bisa menyuruh orang lain untuk melakukannya.

Untuk menetapkan lamanya DVR bisa merekam dan berapa kapasitas hard disk yang diperlukan, kita bisa menggunakan alat bantu hitung yang disebut dengan HDD Space Calculator. Program ini biasanya sudah ada pada pada menu DVR itu sendiri (jenis Standalone). Namun jika tidak dijumpai, kita bisa mencarinya di beberapa situs internet.


3. Pilih Mana: Manual, Continuous,  Schedule, Motion atau Sensor?

Umumnya DVR memiliki 5 mode rekaman seperti yang disebutkan di atas, yaitu : 

Manual        
DVR hanya akan merekam ketika tombol Rec ditekan dan berhenti merekam saat tombol Stop/Rec ditekan lagi.

Continuous 
DVR merekam terus-menerus secara non-stop sampai habis, termasuk saat kita sedang melihat hasil rekaman (playback).

Schedule 
DVR merekam pada jam-jam tertentu yang diprogram, misalnya dari jam 8 pagi sampai 5 sore. Di luar jam itu DVR tidak merekam.

Motion       
DVR hanya merekam dengan durasi waktu tertentu  pada saat ada objek bergerak, misalnya aktivitas manusia, kendaraan lewat dan sebagainya. Jika tidak ada objek bergerak, maka DVR akan standby (tidak merekam).

Sensor       
DVR hanya merekam pada saat input sensornya terlanggar (trigger), misalnya saat pintu dibuka atau ada orang melewati sensor infra red.

Nah, pilihlah mode yang paling pas untuk keperluan kita. Contoh: untuk memantau aktivitas Teller di Bank, paling pas jika kita memilih mode Schedule (misalkan dari jam 8 sampai 18) ketimbang Continuous. Untuk gudang spare parts, misalnya, pertimbangkanlah untuk memakai mode Sensor, dimana saat karyawan masuk saja (membuka pintu) DVR baru merekam dengan batas waktu tertentu, misalnya 2 menit. Sedangkan untuk rumah tinggal, mode Continuous lebih cocok ketimbang Motion atau yang lainnya. Alasannya adalah, mode ini paling mudah dalam setting dan paling mudah dianalisa. Dengan berpatokan pada durasi rekaman 1 minggu, maka kasus-kasus dimana DVR tidak merekam dapat diketahui lebih awal. 

Lalu, bagaimanakah jika kita mencampur beberapa mode rekaman sekaligus? Misalkan di Channel 1 kita memakai Motion, pada Channel 2 Continuous, Channel 3 katakanlah memakai mode Schedule dan seterusnya? Apakah yang akan terjadi?


19 April 2020

Mengapa DVR Jadi Tidak Bisa Merekam? (Bagian 1)


Pernahkah anda mengalami hal yang menjengkelkan ini? Saat diperlukan, tiba-tiba DVR kita tidak berisi rekaman apa-apa. Lebih parah lagi tombol-tombolnyapun malah jadi macet, termasuk Remote Control pada DVR. Persoalan klasik ini kerap menimpa pada DVR setelah sekian lama pemakaian dan tentu saja sangat mengganggu. Terlebih lagi jika ada kejadian yang perlu dilihat sebagai barbuk (barang bukti) polisi, namun rekamannya tidak ada alias blank. Lalu, bagaimanakah kiat agar DVR kita selalu dalam kondisi siap pakai? Berikut ini opini kami.


1. Kenali Dulu Sumber Masalahnya

Panas yang berlebihan kami tuding pertama kali sebagai penyebab utama masalah ini. Bayangkan saja, DVR umumnya dioperasikan selama 24 jam non-stop siang dan malam. Jika sudah begini, maka kualitas dari komponen penunjang merupakan faktor penentu survive atau tidaknya suatu produk DVR, baik yang Standalone maupun PC Based.

Sumber panas DVR Standalone bisa berasal dari:

1. Bagian Power Supply, khususnya yang ada di dalam casing (built-in).
2. Komponen pada Mainboard, khususnya IC Voltage Regulator, IC Prosesor dan IC Codec (umumnya dari merk Techwell)
3. Hard Disk.

Nah, dua atau tiga sumber panas inilah yang secara kontiyu menyumbang thermal di dalam casing DVR. Kontributor panas terbesar dipegang oleh Hard Disk, disusul oleh IC Prosesor dan bagian Power Supply. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika pada DVR Standalone selalu terpasang kipas angin kecil (fan), baik di bagian belakang ataupun di sisi kiri-kanan casing. Jumlahnya kebanyakan hanya satu, jarang dijumpai yang dua apalagi tiga. Anehnya, pihak pabrikan seolah-olah menyepelekan soal isu thermal ini. Buktinya, pada beberapa merk DVR Standalone pemasangan fan ini terkesan dilakukan ala kadarnya, bahkan ada yang tanpa fan samasekali (istilahnya fanless)! Selain ukuran fan-nya kecil, posisinyapun tidak signifikan dalam upaya membuang panas ke luar. Dengan mengabaikan model dan jumlah blade,  fan berukuran kecil umumnya memiliki daya hisap dan hembus yang lemah. Apalagi jika dipasang hanya satu dan letaknya berjauhan dari ketiga sumber panas tadi, maka kecepatan maupun daya hisapnya menjadi tidak efektif. Pernahkah anda memperhatikan dengan seksama kondisi seperti ini?

Jika kami ditanya, di manakah pemasangan fan yang ideal untuk DVR Standalone? Maka kami jawab :

1. Tepat di atas prosesor (seperti pada prosesor PC).
2. Tepat di atas atau di bawah Hard Disk (dengan ventilasi yang langsung).
3. Tepat di dekat Power Supply (jika power supply-nya ada di dalam casing).

Hanya saja kami harus realistis dalam masalah ini, sebab:

1. Memasang banyak fan akan menaikkan ongkos produksi yang tentu saja berimbas pada harga DVR.
2. Fan menimbulkan kebisingan yang cukup sangat mengganggu.
3. Sekecil apapun, fan tetap akan menyerap daya. Makin banyak jumlahnya, maka daya yang diperlukan akan semakin besar. Artinya, kapasitas power supply mesti ditambah dan sekali lagi ini akan menaikkan ongkos produksi.

Jadi, jangan protes apabila DVR kita hanya dibekali dengan fan yang ala kadarnya tadi, bahkan yang lebih gila: tanpa fan sama sekali! Fan yang efektif bisa diketahui dari ukuran, jenis blade dan penempatannya. Selain itu ada yang ketinggalan, yaitu parameter rpm (revolutions-per-minute). Makin cepat rpm, tentunya makin baik, karena hembusan fan akan makin kuat. Ukuran fan minimal harus sedang dan berbahan kokoh, jangan yang kecil dan lembek. Bentuk blade juga memengaruhi. Ada yang banyak, tipis dan melengkung, adapula yang renggang, tebal dan lurus. Namun, untuk soal teknis ini biarkanlah para insinyur yang memikirkannya. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah sebatas menilai apakah fan ini sudah efektif atau belum. Lalu, perlukah kita memasang fan tambahan?

Bagaimana dengan hard disk? Menurut kami justru hard disk inilah yang semestinya diberi cooling fan. Cuma sekali lagi, pabrikan seolah-olah tidak menaruh perhatian pada soal ini. Hal ini terlihat dari ukuran casing DVR yang umumnya sempit, sehingga tidak menyisakan ruang bagi hard disk untuk ditambahkan fan. Padahal dalam PC, penambahan fan pada hard disk ini bukanlah sesuatu hal yang baru, bahkan diyakini dapat meningkatkan kinerja dan kestabilan harddisk. Nah, apalagi untuk DVR yang kerja hard disknya jauh lebih berat ketimbang PC, maka logikanya penambahan fan ini mestinya menjadi isu penting, bukan?

Demikian pula soal ventilasi. Ventilasi pada Standalone DVR umumnya tidak berada tepat di atas ataupun di bawah sumber panas (misalnya hard disk), melainkan di belakang atau di pinggir. Ini bisa menimbulkan persoalan serius. Saat casing ditutup, jarak hard disk dengan penutup casing ataspun terbilang sempit, bahkan nyaris tidak meninggalkan celah. Ada pula DVR yang jarak antara hard disk dengan mainboard-nya sangat dekat. Jika sudah demikian,  DVR seolah-olah bagaikan sebuah "oven". Jadi, tanpa ventilasi dan fan yang baik, jangan heran jika satu saat DVR akan "ngadat", seakan-akan tidak merekam

Menghadapi situasi ini, cobalah periksa apakah memungkinkan jika kita menambahkan extra fan di dalam casing? Jika mungkin tambahkanlah fan kecil 12VDC di atas hard disk dengan bantuan double-tape (isolasi bolak-balik) atau belilah hard disk cooler. Carilah sumber 12VDC yang "nganggur". 

                                                     Contoh Cooling Fan DC 12V

Apabila di dalam casing sudah demikian sempit (dan memang kebanyakannya begitu!), maka carilah alternatif lain, yaitu lubang ventilasi. Tempatkanlah extra fan di depan atau di atas ventilasi ini dengan arah menghisap (exhaust). Oleh karena di luar, maka fan 220VAC tampaknya lebih reasonable, karena kita tinggal menancapkannya pada stop kontak. Namun, kerugian fan model ini adalah bunyinya yang mengganggu. Oleh karena itu, pemasangannya harus baik (kokoh), sehingga casing tidak ikut bergetar karenanya. Salah satunya adalah dengan bantuan double-tape tebal di setiap tepinya.


                                                      Contoh Cooling Fan AC 220V








18 April 2020

Seputar Access Lokal CCTV dan DVR


Seperti diketahui, satu DVR yang terhubung dengan jaringan lokal (LAN) dapat di-access dengan mengetikkan alamat lokalnya saja, misalnya http://192.168.1.80, bukan? Sampai di sini tidak ada masalah dan memang seperti itulah adanya. Namun, maukah kita agar alamat lokal tersebut sama dengan nama hostname via internet, katakanlah jadi http://tanyaalarm.no-ip.org ? Jika mau, kita bisa menempuh langkah ini:

1. Dari desktop Windows, klik-lah secara berurutan menu ini Start > Computer > C:\ > Windows > System32 > drivers > etc. Sampai di sini, kliklah pada file yang bernama 'hosts'. Pakailah editor Notepad untuk mengedit file ini.

2. Tambahkanlah alinea baru di paling bawah yang berisi alamat lokal DVR kita  berikut hostname yang kita inginkan. Contohnya bisa seperti ini: 


3. Setelah ditambahkan alinea baru tersebut, jangan lupa klik File > Save, kemudian tutup semua menu.

4. Selesai.

Kini, untuk meng-access DVR secara lokal (via LAN) kita bisa ketikkan http://tanyaalarm.no-ip.org saja pada browser. Jika perlu alamat ini di-bookmark saja biar mudahO,ya, kalau mau pakai dot com juga bisa, tinggal edit saja di notepadnya dengan dot com (biar lebih keren!). Tapi ingat, alamat ini hanya untuk access lokal saja, ya. Untuk access dari internet, kita tetap perlu menambahkan nomor port di belakangnya, misalnya http://tanyaalarm.no-ip.org:5500. Selamat mencoba!

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.


17 April 2020

Solusi Camera CCTV Berembun, Coba Cara Ini!



Kendati rasanya sudah cukup lama menggeluti bidang CCTV, jujur saja masalah sepele ini masih meninggalkan misteri yang seolah tanpa akhir. Masalah ini baru disadari setelah kita menerima komplain dari client, mengapa camera secanggih ini masih bisa berembun, terutama saat hujan dan pagi hari? Well, jika dikaitkan dengan peristiwa embun, masalahnya bukan semata-mata terletak pada canggih dan mahalnya camera, melainkan lebih pada faktor alamiah. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebagaimana mafhum, peristiwa embun sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan keseharian kita. Contohnya: tatkala mengendarai mobil saat hujan dengan penumpang penuh dan ac mobil ngadat, maka tak ayal embun akan menyelimuti seluruh kaca mobil. Demikian pula dengan air es yang dituangkan dalam gelas, maka setelah beberapa lama bagian luar gelas akan basah, bukan? Inilah yang dinamakan peristiwa pengembunan atau kondensasi. Menurut definisinya, embun adalah peristiwa perubahan wujud uap menjadi cair akibat adanya selisih suhu. Pada kasus mobil di atas, suhu di dalam mobil lebih hangat ketimbang di luar, sehingga terjadilah embun di bagian yang hangat, yaitu di dalam mobil. Sebaliknya, pada kasus air es di dalam gelas, embun terjadi di luar gelas, karena di luar gelas suhunya lebih hangat. Jadi, kesimpulannya embun terjadi pada bagian yang lebih hangat. Semakin besar perbedaan suhunya, maka terjadilah tetesan-tetesan air.

Kembali pada kasus camera, saat terjadi hujan, maka suhu di luar akan menjadi dingin, sementara suhu di dalam camera lebih hangat akibat dari kerja rangkaian elektronik. Oleh sebab itulah terjadi pengembunan (persis seperti pada kasus mobil di atas). Sebenarnya ini peristiwa lumrah, namun cukup mengganggu. Setiap factory memiliki cara masing-masing untuk mengantisipasi hal ini, misalnya dengan memasang pipa kapiler, memperbaiki material, mengurangi disipasi daya agar rangkaian tidak panas serta upaya lainnya. Akan tetapi adakalanya masalah ini masih menggelayuti sebagian produk walaupun skalanya tidak besar. Nah, jika mengalami masalah ini, cobalah untuk memasang silika gel di dalam camera. Silika gel seperti ini banyak ditemui pada kemasan kapsul obat, dus sepatu ataupun produk elektronik, dengan ciri khasnya yang berupa peringatan "Do not eat". Jika bisa membeli, belilah silika gel yang baru, lalu pasanglah di dalam camera dengan bantuan double tape. Silika gel tidak boleh lama-lama terekspos ke udara bebas, karena kemampuannya menyerap uap air akan berkurang. Ilustrasi pemasangannya bisa seperti gambar di bawah ini atau disesuaikan dengan bentuk camera lainnya. 


Tapi perlu diingat, pada sebagian casing produk weatherproof camera di sana tertulis "Do not open". Untuk camera jenis ini kita tidak disarankan untuk membukanya -karena bisa merusak garansi- kecuali jika camera tersebut memang sudah mengalami pengembunan dan kita bermaksud memasukkan silika gel ke dalamnya. Selamat mencoba!

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.


16 April 2020

Menyoal Kualitas IP Camera


Pengantar
Barangkali IP camera masih asing bagi sebagian orang, sekalipun bagi sebagian lainnya sudah merupakan hal biasa, bahkan sering menggelutinya. Sebagaimana pernah kami paparkan beberapa waktu lalu, bahwa salah satu perbedaan IP Cam dengan camera biasa terletak pada kabel yang dipakai. Jika IP cam memakai kabel UTP, maka camera biasa pada umumnya memakai kabel coaxial. Tapi ternyata perbedaan ini tidak cukup sampai di sini. Bukankah video balun pun memakai kabel UTP, tetapi tidak termasuk ke dalam IP cam? Bagi yang ingin memahami persoalan ini lebih detail, silakan merujuk pada referensi lain selain dari blog ini.

Persoalan kita kali ini adalah betul tidak sih hasil gambar kebanyakan IP cam umumnya masih di bawah camera analog? Jika betul, apakah yang menjadi sebab? Mengapa dengan budget yang lebih mahal, sebagian orang mau memilih IP cam? Persoalan apa sajakah yang kerapkali mendera pada aplikasi ini? 

Apakah anda sudah memasang IP Cam? Puaskah selama ini dengan kualitas gambarnya? Jika kedua pertanyaan tersebut anda jawab "ya", maka artikel ini bukanlah untuk anda. Namun, jika salah satu atau keduanya anda jawab "belum/tidak", maka silakan anda teruskan membaca. Namun perlu digarisbawahi, uraian ini tidak bermaksud untuk mem-vonis bagus jeleknya IP cam, karena bukan itu filosofi dari blog kami. Kami sekadar ingin berbagi pengetahuan dengan pembaca sekalian, sebab boleh jadi pembaca mengalami hal yang sebaliknya. Adapun paparan kami ini sebatas hipotesa semata. Tidak mengapa, bukan?

Kami akan awali dengan penjelasan mengenai parameter IP Cam yang perlu anda catat pertama kali. Apabila sudah jelas duduk perkaranya, maka kita dapat menjawab pertanyaan "nakal" dari customer dengan mudah. Tapi, sebelumnya kita mesti definisikan dulu, bahwa IP Cam adalah camera yang menggunakan protokol TCP/IP sebagai media penyalurannya. Protokol ini sama dengan yang kita gunakan saat browsing di internet. Jadi, IP cam bisa disamakan dengan satu situs, sehingga kita dapat mem-browsing-nya secara langsung, tanpa melalui DVR lagi. Sementara itu, camera analog menggunakan sinyal base video saja, tanpa ada proses konversi ke TCP/IP. Inilah yang membedakan keduanya. 

Baiklah, kita langsung saja ke TKP. Di bawah ini terlihat salah satu contoh menu IP cam. Silakan anda cermati dulu baik-baik.


Sudah? Nah, bagi yang awam -termasuk kami sendiri- parameter yang njlimet seperti itu tentu akan membingungkan, bukan? Tapi tenang dulu! Parameter di atas sudah biasa terdapat pada IP Cam, walaupun susunannya berbeda antar merk satu dengan yang lain. Mari kita sederhanakan dulu persoalannya, yaitu hanya fokus terhadap 4 (empat) parameter saja dan melupakan dulu parameter lainnya. Apa sebab? Sebab ke-4 parameter inilah sebenarnya yang merupakan rahasia di balik harga satu produk IP cam yang jarang diketahui orang. Apakah ke-4 parameter itu?

1. Frame Rate
2. Codec
3. Resolution
4. Bit rate

Para praktisi, terutama teknisi boleh menyertakan satu parameter lagi, yaitu bandwidth. Hanya perlu diketahui, bahwa bandwidth sebenarnya adalah muara dari ke-4 variable di atas, walaupun kadar signifikansinya berbeda, ada yang berpengaruh nyata, ada juga yang tidak. Parameter bandwidth menyangkut seberapa "besar" data yang dimiliki oleh satu IP Cam saat disalurkan melalui jaringan. Pada IP Cam, bahasan ini penting sekali. Namun, kami memandang perlu untuk membahas prosesnya terlebih dulu, yakni apa yang membedakan IP Cam dengan camera biasa. Setelah itu insya Allah kita bahas soal bandwidth ini pada kesempatan berikutnya.

Menurut kami, proses video pada IP Cam dapat diumpamakan seperti ilustrasi beberapa helai kertas di bawah ini.


Bayangkan jika kita memiliki satu atau beberapa helai kertas yang diasumsikan sebagai sinyal video, maka perumpamaannya adalah seperti di atas.

1. Frame Rate
Istilah ini menyatakan seberapa cepat gambar (frame) yang ditampilkan dalam satu detik. Jika diibaratkan film animasi kartun, maka semakin banyak kertas yang dipakai untuk satu gerakan, maka hasilnya akan semakin halus, bukan? Nah, nilai frame rate inilah yang menyebabkan beberapa tipe IP cam memberikan "efek perlambatan" seperti astronot yang berjalan di bulan. Awam sering mengatakannya dengan istilah "tidak real time". Lepas dari benar tidaknya istilah tersebut, namun fenomena inilah yang banyak terjadi di lapangan. Frame rate dinyatakan dalam fps (frame per second), satu istilah yang populer di kalangan pelaku CCTV. Ketahuilah, bahwa pengaturan fps pada IP Cam salah satunya dimaksudkan untuk mengontrol bandwidth. Nilai fps besar akan memakan banyak bandwidth dan kapasitas penyimpanan (storage). Oleh sebab itu perlu disesuaikan, misalnya seperti pada pilihan di bawah ini:


Untuk aplikasi biasa (non-critical application), sebenarnya angka 5 fps pun kami anggap sudah memadai dan hemat pula.

2. Codec
Sejujurnya, Codec inilah yang menjadi "biang keladi" dari semua kebingungan kita. Codec (singkatan dari coding-decoding atau bisa juga berarti  compress-decompress) adalah proses "peremasan" sinyal analog untuk diubah ke dalam bentuk digital. Agar bisa disalurkan melalui TCP/IP ataupun  disimpan ke dalam harddisk, maka sinyal video analog tadi mesti dikecilkan" dulu. Ilustrasinya ibarat setumpuk kertas utuh yang "diremas" (grabbing) agar bisa masuk ke dalam tong sampah. Adapun teknik Codec yang paling sering dipakai saat ini disebut dikenal dengan nama H.264. Teknik ini diklaim sebagai yang terkecil dibandingkan dengan generasi sebelumnya seperti MPEG-4 atau MJPEG. Semakin kecil ukuran, maka semakin banyak kertas yang bisa dibuang (baca: video yang disalurkan), bukan? 

Pernahkah anda membuka kembali kertas yang sudah dibuang ke dalam tong sampah seperti ilustrasi di atas? Apakah hasilnya akan semulus sediakala? Tentunya tidak, bukan? Kertas akan kusut! Nah, seperti inilah problematika Codec dalam teknik video.

3. Resolusi
Resolusi bisa diartikan secara awam sebagai tingkat kehalusan gambar. Makin tinggi nilainya, maka gambar akan tampak semakin detail (rapat). Resolusi pada camera non-IP (camera analog) dinyatakan dalam TVL (tv lines) -misalnya 380tvl, 420tvl atau 600tvl-. Sedangkan pada IP Cam dan DVR, resolusi ini "menjelma" menjadi CIF (baca: sif), D1, QCIF dan nama lainnya. Penyebabnya adalah si Codec tadi! Resolusi dalam dunia digital tidak dinyatakan dengan TVL lagi, melainkan dengan parameter lain seperti contoh di atas. Lantas apa arti semua ini? DVR Standalone sering memakai resolusi CIF dengan ukuran sekitar 352x240 atau D1 sekitar 704x480. Resolusi ini tidak lain menyatakan luasnya gambar (image) yang ditampilkan. Nah, pada IP Cam kita bisa memilih resolusi yang ditawarkan, misalnya seperti menu di bawah ini:


Sekali lagi perlu diingat, semakin tinggi resolusi yang kita pilih, semakin tinggi pulalah konsumsi bandwitdth camera tersebut. Jadi, sesuaikanlah dengan kemampuan infrastruktur jaringan yang ada. Sekilas terlihat bahwa parameter IP cam di atas terkesan jor-joran. Apakah anda tertarik memilih resolusi 1080P untuk beberapa IP cam anda? Atau malah kurang tinggi?

4. Bit rate
Pernahkah anda mendapati hasil gambar dari satu objek bergerak (misalnya mobil atau orang berjalan), namun banyak dipenuhi dengan kotak-kotak di sekelilingnya? Tentu saja tidak sedap dipandang, bukan? Nah, dalam IP cam hal ini diakibatkan oleh nilai bit rate yang rendah. Secara umum, bit rate menyatakan berapa banyak data yang dikirimkan dalam satu saat. Satuannya adalah bit per second (bps). Makin tinggi bit rate, maka kualitas video pada IP Cam akan semakin baik. Perhatikanlah menu IP cam di bawah ini:


Terlihat di sana ada sejumlah deretan Bit rate yang bisa dipilih, mulai dari 512kbps hingga 10Mbps. Umumnya, IP cam secara otomatis akan menetapkan bit rate minimal pada resolusi yang dipilih. Seperti pada contoh di atas, saat kita memilih resolusi tertinggi, maka secara otomatis bit rate akan ditetapkan sebesar 6 Mbps. Ini adalah batas minimal untuk menghasilkan kualitas gambar yang memadai pada resolusi itu. Artinya, kita tidak akan memperoleh hasil yang bagus manakala bit rate ini kita kurangi. Tidak berlebihan kiranya jika kami katakan kualitas IP cam sangat bergantung pada parameter ini. Jadi, perhatikanlah parameter ini baik-baik saat kita melakukan setting!

Sebagai tambahan, perhatikan pula penulisan satuan bit per second yang benar, yaitu dengan huruf b (kecil), bukan B (besar). b menyatakan bit, sedangkan B menyatakan byte (dibaca: bayt). Oleh karena 1 Byte sama dengan 8 bit, maka keduanya jauh berbeda dalam nilai. Lalu, kapankah kita memakai satuan bit dan kapan pula kita memakai Byte? Patokannya adalah, jika yang diukur itu adalah kecepatan transfer data, maka gunakanlah bit. Contoh: paket internet Speedy, maka satuannya adalah 384 kbps (dibaca kilo bit per second, bukan kBps). Bit rate ditulis dengan 6 Mbps (mega bit per second, bukan mega Byte). Namun, jika menyatakan kapasitas penyimpanan data, maka digunakan satuan Byte. Contoh: hard disk 500 GB ditulis dengan huruf B (besar), artinya 500 giga byte (bukan 500 giga bit). Demikian juga hard disk 1 TB dibaca tera byte (bukan tera bit). Untuk quota speedy, misalnya, di sana dinyatakan fair usage sebesar 3GB. Maka, ini harus dibaca 3 giga byte, bukan 3 giga bit. Bagaimana? Semoga jelas.

Kesimpulan
Bermain dengan IP Cam akan terasa menyenangkan apabila kita mengetahui ke-4 parameter video di atas. Dari uraian singkat ini, semoga anda bisa menjawab pertanyaan mengapa IP cam yang ini (hasilnya) jelek, sedangkan yang itu bagus? Atau menjawab pertanyaan customer: mengapa yang ini murah, tapi yang itu mahal?  Harap dicatat, bahwa kualitas maupun harga IP cam setidaknya dipengaruhi oleh ke-4 parameter di atas. Bagaimanakah dengan IP cam anda?


Next on Tanya Alarm & CCTV 
Persoalan Bandwidth pada IP Cam dan Bagaimana Cara Mengetahuinya