15 March 2020

Mengenal Access Control Basic (Bagian 1)


Kendati Access Control tidak berhubungan erat dengan Alarm dan CCTV, namun kami mencoba memberikan informasi dasar kepada mereka yang berminat mengikuti perkembangannya. Adapun alasan yang mendorong kami membahasnya di Blog ini adalah didapatinya kenyataan, bahwasanya terkadang kita kurang menyerap penuh apa yang menjadi kebutuhan user. Sementara itu di sisi lain, pengetahuan kita di bidang inipun boleh dibilang masih kurang. Hal ini pada gilirannya akan mengganggu dalam implementasi di lapangan, sehingga pekerjaan akan terkesan lama dan berlarut-larut. Dalam kasus seperti inipun soal Critical Design Review tetap memegang peranan penting sebagaimana kita bisa melihatnya nanti.

Maka dari itu, hal penting yang perlu diperhatikan pertama kali oleh para pemula di bidang ini (termasuk kami!) diantaranya adalah:

1. Fungsi Access Control.
2. Jenis-jenis media Access Control.
3. Pengertian istilah pada Access Control.
4. Blok diagram Access Control.
5. Berbagai sistem Access Control.
6. Permasalahan umum seputar Access Control.
7. Tips Troubleshooting.

Dalam perjalanannya nanti, kami akan menyisipkan pula hal-hal yang kerap kali luput dari perhatian kita manakala diminta oleh customer untuk memasang sistem ini. 


1. Fungsi Access Control
Access Control umumnya dibagi ke dalam dua fungsi:
- Sebagai Door Access (Management), yaitu membatasi hak masuk seseorang ke pintu tertentu.
- Sebagai Attendance System, yaitu sebagai mesin absensi karyawan.

Oleh karena kedua aplikasi ini berbeda dalam sifat dan penerapannya, maka apabila kita ingin menggabungkannya ke dalam satu sistem (dengan satu software), maka diperlukan perencanaan dan persiapan yang matang. Terlebih lagi jika jumlah karyawannya cukup banyak dan pintu keluar masuknyapun bervariasi. Persiapan ini kerap terlewatkan oleh vendor, karena terlalu "asyik" berkonsentrasi pada deadline masuknya penawaran harga. Padahal, pengaturan hak akses pun tidak kalah penting dan mesti dibicarakan jauh hari sebelumnya dengan pihak pemakai (user), paling tidak berapa jumlah karyawan dan departemennya. Beberapa data perencanaan penting lainnya yang perlu diketahui jauh-jauh hari sebelumnya adalah:

1. Berapa jumlah karyawan secara keseluruhan, karena ini akan menyangkut pada kapasitas Reader.
2. Berapa jumlah Departemen, karena akan terkait pada pembagian access group.
3. Berapa jumlah karyawan per Departemen, karena akan menyangkut Group Member, Time Zone atau Shift.
4. Berapa jumlah pintu per Departemen, karena menyangkut jumlah Reader (Quantity).
5. Media access yang dipakai, karena menyangkut soal kecepatan, ketahanan, keamanan dan yang terpenting adalah soal anggaran biaya (cost).
6. Pengaturan jam access (Time Zone).
7. Pengaturan mode access (Card only dan Card plus PIN).
8. Format pelaporan yang dikehendaki (harian, mingguan, bulanan atau tahunan), karena menyangkut perlu tidaknya pengembangan software dari pihak ketiga.
9. Penggabungan sistem ini ke dalam penghitungan gaji (payroll).
10. Garansi unit pada saat terjadi trouble.

Oleh karena tuntutan aplikasi user biasanya lebih tinggi daripada software standar yang menyertai produk (khususnya produk yang termasuk "kelas bawah"), maka seyogianya vendor pemula membatasi target instalasi sistem ini sampai pada tingkat tertentu saja, misalnya sebatas pada collecting data yang dilakukan oleh software standar bawaannyaArtinya sampai sebatas reader mengirimkan data ke software. Sedangkan untuk pengolahan datanya diserahkan kepada pihak pengembang software, baik dari User sendiri ataupun jasa pihak ketiga yang kompeten. Hal ini paling tidak dapat  mengurangi "beban" vendor sendiri, terlebih lagi jika terjadi misunderstanding, dimana apa yang dikehendaki user ternyata melenceng dari kesepakatan awal disebabkan oleh beberapa faktor. Jika sudah begini, maka pekerjaan sederhanapun akan terkesan berlarut-larut.

2. Media Access Control
Ilustrasi di bawah ini adalah contoh media yang paling umum digunakan dalam sistem Access Control. Masing-masing jenis memiliki keunggulan dan keterbatasan, sehingga dalam memilih mana yang tepat kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya:
- Jumlah pemegang kartu (card holders)
- Aplikasi (apakah sebagai Door Access atau Time Attendance)
- Kecepatan baca (reading speed)
- Umur pemakaian (life time)
- Lingkungan kerja (environment)
- Harga (cost)


Selain itu ada pula Reader yang menggunakan sidik jari, bentuk tangan,  bahkan scanning pada retina mata, seperti terlihat pada ilustrasi di bawah ini:


Ada hal penting yang perlu kami sampaikan di sini, yaitu: adakalanya untuk aplikasi sederhana kita tidak memerlukan peralatan dan sistem yang "canggih" (kaya akan feature) dan berharga mahal. Menurut kami, kecanggihan satu sistem terletak pada ketepatan dalam menentukan produk, kesederhanaan desain dan kemudahan pengoperasian. Dan khusus untuk Access Control, maka kualitas software aplikasi- lah yang menjadi tolok ukur, apakah ia mudah  atau malah membuat ribet si pemakai.

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com.

14 March 2020

Mengenal Istilah Alarm (Bagian 2)

Zone List
Zone list adalah daftar nomor zone beserta lokasinya. Biasanya pabrik menyediakan stiker khusus untuk diisi dan ditempel di balik penutup keypad, sehingga user bisa mengingat lokasi zone dengan mudah, misalnya:

Zone
Location
1
MC Pintu Garasi/Pintu Utama
2
MC Jendela R.Tamu
3
PIR R.Tamu
4
MC Pintu Tengah
5
MC R.Tidur Utama
6
MC Jendela R.Tidur 3,4
7
MC+PIR Kantor
8
PIR Hal.Belakang


MC menyatakan sensor Magnetic Contact (Door Contact) sedangkan PIR menyatakan sensor Passive Infra Red. Oleh karena stiker Zone List ini umumnya berukuran kecil, maka adakalanya penamaan zone terpaksa disingkat, misalnya "J.R.Tdr.Ut" untuk menyatakan jendela ruang tidur utama atau "Pnt.Grs" untuk pintu garasi dan sebagainya. Atau ada yang menyebutkan dengan tipe zonenya, misalnya "MC Pnt.Ut. (Dly)" yang artinya MC pintu utama dengan sifat delay atau "EM R.Tidur (24H)" yang maksudnya tombol emergency di ruang tidur (sifatnya 24H) dan seterusnya.  Pendeknya, penamaan zone ini terserah masing-masing, yang penting mudah diingat. O, ya, lokasi zone ini sangat membantu Teknisi dalam menyervis seandainya terjadi trouble pada sistem alarm kita.

Keypad
Bagi teknisi alarm, keypad berfungsi untuk melakukan programming. Sedangkan bagi user adalah untuk mengoperasikan sistem. Dilihat dari modelnya, maka dikenal dua jenis keypad yang populer, yaitu keypad jenis LED dan LCD, seperti terlihat di bawah ini. 

                                                                LED Keypad

                                                                                                           LCD Keypad

Keypad LED (singkatan dari Light Emitting Diode) hanya berupa deretan lampu yang mewakili nomor zone. Lampu ini menyala saat ada zone yang terlanggar dan berkedip saat terjadi alarm. Keypad LCD (singkatan dari Liquid Crystal Display) tampil dengan bentuk huruf dan angka, sehingga lebih informatif. Tampak pada gambar, keypad LCD bisa menampilkan jam dan tanggal. Selain itu nomor zone-nyapun bisa diberi nama, misalnya: Pintu Garasi, Jendela Depan, Pintu Utama dan lainnya. Dengan begitu, user tidak perlu mengingat-ingat nomor zone dan lokasinya seperti pada keypad LED.

Bypass / Isolate
Bypass adalah menon-aktifkan salah satu zone atau lebih untuk sementara waktu, sedangkan zone lainnya aktif. Misalkan untuk pintu dapur ke ruang makan, maka kita bisa menon-aktifkan Z4 ini untuk sementara waktu. Atau sebagai alternatif lain, kita bisa memanfaatkan feature Force Arm dengan membiarkan pintu ini terbuka sedikit saat sistem alarm diaktifkan. Jika khawatir akan bahaya, maka anda bisa melengkapi pintu lainnya dengan rantai penahan atau teralis (teknisnya terlalu detail, tapi kami harap anda bisa membayangkannya).

User Code
User Code adalah "PIN" yang dipakai user untuk mengoperasikan sistem alarm, baik mengaktifkan, mematikan, membypass zone, mematikan bunyi siren dan mengatur fungsi lainnya. Ada "kebiasaan" yang sebenarnya harus dihilangkan, yaitu Teknisi tidak mengubah Master Code asli  "1234" menjadi code lain. Ini bisa jadi sangat berbahaya, karena code ini mudah sekali ditebak. Oleh sebab itu, segeralah ajarkan kepada user cara mengganti code 1234 ini dengan code yang dia kehendaki.

Installer Code
Ini adalah "PIN" teknisi untuk masuk ke dalam menu program panel alarm. Code inipun jarang sekali diganti dari aslinya dan bisa jadi "orang lain"pun bisa masuk ke dalam menu programming.

Chime 
Chime adalah bunyi kecil pada keypad saat ada sensor yang mendeteksi, tetapi tidak disertai bunyi sirine, karena sistem sedang tidak aktif (Disarm). Feature ini berguna untuk mengetahui kehadiran seseorang di ruangan atau pada saat melakukan pengujian sensor PIR (Walk Test), tanpa membunyikan sirine.

Ready
Apabila lampu Ready pada keypad menyala, itu artinya semua sensor dalam kondisi normal. Dengan kata lain, semua pintu dan jendela sudah tertutup dan sistem alarm siap untuk diaktifkan (Arm). Namun, apabila lampu Ready ini mati, maka tandanya masih ada zone yang belum normal (masih ada pintu atau jendela yang terbuka atau sensor Beam yang terhalang mobil parkir atau pohon). Dalam kondisi ini, sistem alarm tidak bisa diaktifkan, kecuali dengan menutup pintu/jendela terlebih dulu atau mem-bypass zone tersebut. 

Trouble
Trouble atau gangguan pada sistem alarm pada umumnya ada tiga yang utama, yaitu: Listrik Mati (AC Failure), Baterai Lemah (Low Batt) dan Telepon Gagal Menghubungi (Fail Comm). Selain itu sistem akan mengindikasikan trouble apabila kabel sirinenya putus (Bell Circuit Trouble). Trouble pada alarm pada umumnya bisa diatasi sendiri oleh user, kecuali jika sudah menyangkut instalasi kabel dan False Alarm. Pada saat terjadi trouble, keypad akan berbunyi secara periodik dan lampu System menyala berkedip-kedip. Trouble ini ada yang bisa pulih sendiri (self restore), seperti listrik mati dan low batt, namun ada pula yang perlu penanganan Teknisi, semisal kabel putus atau telepon yang gagal menghubungi handphone pemilik maupun  dialing ke  Central Monitoring Service (CMS).

Bell Duration (Siren Time)
Ini menyatakan berapa lama sirine berbunyi saat alarm terjadi. Pada kebanyakan merk panel, waktu bunyi sirine ini bisa diatur dari 1 menit hingga 255 menit (lebih 4 jam!). Harga yang umum diprogram oleh Teknisi biasanya sekitar 2 - 4 menit saja, kecuali ada permintaan khusus dari customer. Perlu diketahui, walaupun bunyi sirine telah berhenti, namun sistem alarm tetap aktif selama belum dimatikan (Disarm) melalui PIN. Artinya, saat pencuri kembali melakukan aksinya, maka sirine akan berbunyi lagi dan lagi, sampai waktu habis dan sistem dimatikan.

False Alarm (Alarm Palsu)
Ini adalah istilah untuk menyatakan gangguan alarm yang paling sering terjadi, yaitu berupa bunyi sirine, tetapi bukan disebabkan oleh adanya pencuri.

Swinger Shutdown
Menyatakan berapa kali satu zone boleh mendeteksi setelah waktu siren habis selama sistem belum dimatikan. Tujuannya adalah untuk mengurangi tingkat kebisingan suara dan mengurangi traffic report ke Central Monitoring Station (CMS).  

Central Monitoring Station (CMS)
Merupakan perusahaan swasta yang menyediakan layanan penerimaan sinyal alarm dari client-nya (disebutnya Account).  Selanjutnya CMS memungut sejumlah fee dari client sesuai dengan paket yang disepakati. Nantinya semua aktivitas alarm di tempat client akan diawasi penuh oleh CMS, termasuk pada saat situasi darurat (emergency) yang memerlukan bantuan aparat berwenang, seperti polisi, tenaga medis atau pemadam kebakaran. Komunikasi antara panel alarm dengan "mesin" CMS dilakukan secara otomatis, baik melalui saluran telepon biasa (PSTN),  GSM, bahkan melalui internet (IP). Mesin CMS ini biasa disebut dengan istilah Alarm Receiver.

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com.

13 March 2020

Mengenal Istilah Alarm (Bagian 1)


Kali ini kami akan menjelaskan tentang istilah-istilah yang sering dipakai dalam bidang Alarm atau Security System. Sebagaimana diketahui, cara terbaik dalam upaya menguasai satu bidang adalah mengenal jargon (istilah) yang dipakai dalam bidang itu. Pernahkah anda mendengar istilah-istilah: Zone, Arm, Disarm, Bypass, Home Arming, Isolate, Stay Arming, Away Arming, Exit/Entry Delay, Instant dan lainnya? Atau bagi Teknisi, tahukah anda dengan istilah ini: Cross Zone, Swinger Shutdown, Loop Response Time, Dialing Attempts, No Activity Arming?  Mungkin beberapa diantaranya sudah, mungkin pula sering atau malah belum mendengar sama sekali istilah-istilah di atas. Nah, untuk sekadar memperluas wawasan, tidak ada salahnya toh jika kita bahas lagi soal ini?

Sebelum memulai pembahasan inti, ada baiknya kita melihat dulu blok diagram dari satu sistem alarm. Sistem alarm, baik yang sederhana maupun yang kompleks, selalu terdiri dari bagian-bagian seperti pada ilustrasi di bawah ini.


Seperti diketahui, suatu sistem akan selalu terdiri dari berbagai komponen yang saling berinteraksi satu sama lain. Apabila salah satunya tidak ada, maka bukan dikatakan satu sistem, karena tidak akan bekerja. Demikian pula jika salah satunya mengalami kerusakan, maka dikatakan sistem tersebut mengalami gangguan (trouble), sehingga tidak bekerja normal. Bagi yang belum mengikuti bahasan dasar mengenai korelasi antar bagian tersebut, silakan melihat kembali uraian kami di sini.

Nah, sekarang bagaimana implementasinya? Baiklah, perhatikan denah rumah tinggal yang sudah terpasang sistem alarm di dalamnya. Door Contact dipasang di setiap pintu masuk dan jendela yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa zone. Penomoran zone di bawah ini hanya sekadar contoh. 



Berikut ini istilah umum yang dipakai pada instalasi Alarm Rumah.

Arm Disarm
Istilah ini adalah untuk menyatakan apakah sistem sedang aktif (arm) ataukah sudah dimatikan (disarm). Perlu diketahui, alarm tidak mengenal istilah on dan off. Sebabnya adalah sistem alarm tidak boleh di-"on-off" melalui power seperti pada peralatan listrik lainnya. Oleh sebab itu, istilahnya menjadi arm atau disarm.

Zone
Zone adalah pembagian atau pengelompokan area yang diproteksi oleh sensor. Seperti terlihat pada ilustrasi di atas, maka Zone 1 adalah Door Contact di pintu utama dan pintu samping. Zone 2 adalah jendela ruang tamu dan ruang makan. Zone 3 adalah jendela ruang tidur utama dan seterusnya. Tidak ada ketentuan pasti mengenai penomoran zone ini. Pada umumnya ditentukan oleh teknisi pemasang dengan memperhatikan kondisi rumah. Kendati demikian, aspek kenyamanan dan kemudahan operasional perlu diperhatikan, sehingga user tidak merasa kesulitan dalam mengoperasikannya sehari-hari.

Exit/Entry Zone (disingkat E/E Zone)
Saat user akan meninggalkan rumah, maka beberapa zone harus diprogram sebagai Exit/Entry Zone atau disebut juga Delay Zone. Zone ini akan memberikan waktu tunda (delay time) yang cukup, agar user bisa keluar dan masuk melalui zone ini dengan leluasa, tanpa khawatir membunyikan siren. Seperti pada gambar di atas, maka Zone 1 berperan sebagai Exit/Entry Zone, karena hanya lewat zone inilah user akan keluar atau masuk ke dalam rumah.

Away Arm
Saat akan keluar rumah (dan rumah ditinggal kosong), maka user mengaktifkan alarm melalui keypad (KP). Bersamaan dengan itu, maka waktu tunda untuk keluar (exit delay time) akan menghitung mundur, misalkan dari 45 detik sampai habis. Periode ini disebut exit delay time, yang mana Zone 1, Zone 4 dan Zone 6 bisa dilalui dengan aman sebelum waktu exit time habis (expired). Pada beberapa merk alarm, saat exit time berlangsung, semua Zone belum memberikan reaksi apapun. Setelah exit delay habis dan user sudah keluar rumah, maka sistem alarm akan Aktif (istilahnya Armed).

Saat user kembali ke rumah, maka tentu saja ia akan masuk melalui pintu utama. Saat pintu utama (Z1) atau pintu dapur (Z6) dibuka, maka siren tidak langsung berbunyi, melainkan ada waktu tunda beberapa saat tergantung nilai yang diprogram oleh teknisi, katakanlah 30 detik. Periode ini disebut dengan entry delay time dan user bisa mematikan sistem melalui Access Code (PIN) pada keypad, agar siren tidak berbunyi. Proses mematikan sistem ini dinamakan Disarm.

Instant Zone
Sesuai dengan namanya, maka Instant Zone adalah zone yang langsung membunyikan alarm saat dilanggar, tanpa ada waktu tunda lagi. Dalam contoh, maka Zone 2, Zone 3 dan Zone 5 masing-masing diprogram sebagai Instant Zone. Apa sebab? Ya, karena user tidak akan masuk atau keluar melalu jendela, sehingga tidak perlu waktu tunda.


Follower Zone
Mungkin ada yang bertanya, mengapa hanya Zone 1 yang dibuat Delay. Bukankah saat keluar atau masuk melalui dapur (Z6), user pun akan melewati Zone 4? Ya, benar dan inilah saat yang bagus untuk menjelaskan mengenai istilah Follower Zone. Zone 4 bisa dibuat sebagai Follower Zone, yaitu zone yang sifatnya mengikuti keadaan Zone Delay. Pengertiannya sebagai berikut:  saat user keluar atau masuk ke dalam rumah dari Zone 1, maka periode entry delay akan berlangsung. Secara otomatis Zone 4 pun akan "ikut-ikutan" delay juga, sehingga user bisa melewatinya dengan aman, tanpa menyebabkan alarm. Akan tetapi, jika tidak ada delay yang sedang berlangsung, maka Zone 4 akan menjadi Instant. Artinya, pencuri yang masuk dari pintu belakang dapur dan langsung ke ruang makan akan menyebabkan alarm langsung berbunyi. 

Interior Stay/Away Zone
Zone ini jarang dimanfaatkan oleh Teknisi, padahal cara kerjanya cukup menarik. Misalkan user menambahkan sensor PIR di dalam ruangan tamu, sedangkan ia mengobrol hingga larut malam. Nah, dalam kondisi ada tamu seperti itu, user bisa mengaktifkan sistem alarm dengan aman asalkan delay zone tidak dilalui (tidak ada yang keluar rumah). Setelah sistem aktif (armed), maka secara otomatis PIR di ruangan tamu ini akan "mati" (istilahnya bypassed) sementara semua zone lain aktif. Dengan demikian, user bebas mengobrol dengan tamu di ruangan tersebut, tanpa khawatir terdeteksi PIR. Saat tamu hendak pulang, maka user bisa memanfaatkan feature Quick Exit seraya membuka pintu utama, tanpa menyebabkan alarm berbunyi. 

Force Arm
Perhatikan kembali kasus tamu di atas. Bagaimanakah jika owner ada keperluan ke dapur, sedangkan di sana ada pintu yang harus dilalui (Z4)? Solusinya: pada saat mengaktifkan sistem -jika dirasa aman- pintu Z4 bisa dibiarkan terbuka selama ada tamu. Mengaktifkan alarm pada saat ada pintu atau zone yang terbuka disebut Force Arm

Zone 24H
Zone 24H adalah sebutan bagi zone yang bisa langsung membunyikan siren, tanpa melihat apakah sistem sedang arm ataupun disarm. Biasanya zone ini berupa tombol emergency atau panic button (24H Burglary) dan detector kebakaran seperti smoke detector, heat detector ada sejenisnya (24H Fire).

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com.

05 March 2020

Access Internet 3 DVR Menggunakan 1 Hostname DDNS

Pertanyaan yang kerapkali muncul adalah bagaimana jika kita akan meng-access 3 DVR di satu lokasi. Apakah kita perlu membuat 3 hostname berbeda di DynDNS atau No-IP ataukah cukup dengan satu hostname saja? Sekadar penyegaran, maka yang disebut hostname adalah nama yang kita buat di DynDNS (atau layanan DDNS lainnya), seperti: dvrkantor.mine.nu,  dvr.dvrdns.org dan sebagainya.  

Setelah memahami apa itu WAN IP dan mengapa diperlukan DDNS, maka point terpenting dalam access DVR ini sebenarnya adalah Port. Ya, Port. Sebab Port inilah yang "dilihat" oleh aplikasi remote DVR. Apa itu Port? Wah, kalau pertanyaannya seperti ini, terus terang kami agak nervous dalam menjawabnya. Bagi kami yang terbilang awam, maka Port adalah alamat virtual (semu) yang hampir dapat diisikan dengan angka berapa saja (kecuali angka yang dikhususkan untuk aplikasi tertentu). Isian Port ini terdapat pada menu Network Setting setiap DVR, baik jenis Standalone maupun PC Base. Perbedaannya, pada DVR Standalone umumnya hanya diminta satu isian Port saja (misalnya 5445 dan lainnya), sedangkan pada PC Base ada yang sampai 4 (empat) isian Port, misalnya: 9001, 9002, 9003 dan 9004. Berapapun banyaknya isian Port, namun yang jelas semua alamat Port ini harus dimasukkan ke dalam list Virtual Server pada modem ADSL. Perhatikanlah contoh diagram di bawah ini.


Diagram di atas memperlihatkan bagaimana 3 DVR di satu lokasi akan di-access oleh laptop/PC di lokasi lain. Syarat utama agar tiga DVR ini dapat di-access adalah:

1. Kita harus membuat dulu satu account di DynDNS ataupun No-IP, sehingga nantinya kita memiliki parameter:
    - Hostname : mis. dvrkantor.dvrdns.org atau dvrkita.no-ip.org atau nama lainnya terserah kita.
    - Username : yaitu nama login kita  (mis. di layanan no-ip).
    - Password  : yaitu password login kita di layanan tersebut. 

Catat: tiga parameter inilah yang diperlukan saat kita bermain-main dengan settingan DDNS (Dynamic DNS)!

2. Setelah itu kita masukkan parameter di atas ke dalam salah satu diantara dua pilihan ini:
    2.1 Menu Network pada salah satu DVR (tidak perlu semuanya). Contoh isiannya seperti ini
     2.2  Menu Dynamic DNS pada modem ADSL Speedy kita.

3. IP Address dan Port yang harus dibuat berbeda antar DVR (lihat diagram).

Langkah selanjutnya adalah memasukkan IP Address dan Port setiap DVR ke dalam menu Virtual Server yang ada pada modem ADSL (contohnya TP-Link TD-8840). Caranya: masuklah ke menu Advanced Setup --> pilih NAT --> Virtual Server, lalu klik Add. Contohnya sebagai berikut:





Jika masing-masing sudah di-Save/Apply dengan benar, maka kita akan memperoleh daftar Virtual Server lengkap seperti ini:


4. Lakukanlah verifikasi open port dari PC/laptop yang berada dalam satu jaringan lokal. Caranya : masuklah ke situs http://canyouseeme.org. Pastikan semua DVR sudah dalam keadaan on dan tersambung semua dengan ADSL modem. Pada kolom What Port isikanlah 5445 dan lihatlah apakah Success atau Error. Demikian juga untuk Port 5446 dan 5447.

5. Jika semua Port telah Success, maka seharusnya kita bisa langsung meng-access setiap DVR, baik satu per satu maupun secara simultan, yaitu sebagai berikut:
- Untuk DVR1 --> http://dvrkantor.dvrdns.org:5445
- Untuk DVR2 --> http://dvrkantor.dvrdns.org:5446
- Untuk DVR3 --> http://dvrkantor.dvrdns.org:5447

Untuk jumlah DVR yang lebih banyak, maka kita hanya perlu membedakan Port-nya saja dengan membuat konfigurasi virtual server seperti di atas. Kabar baiknya adalah kita bisa meng-access semua DVR secara simultan tak ubahnya seperti membuka beberapa situs di internet sekaligus. Namun kabar buruknya adalah, access DVR yang jor-joran seperti ini jelas akan memboroskan bandwidth. Jadi jangan heran jika gerakannya akan sangat lambat. Tetapi hanya untuk sekadar mencoba, bolehlah!

Terakhir, teknik ini bisa diterapkan sekalipun ketiga DVR tersebut berasal dari merk berbeda, bahkan jika salah satunya adalah DVR PC Base. Dengan demikian kita bisa melakukan test (semacam benchmarking) untuk mengetahui DVR mana yang gesit dan mana yang lelet.  DVR yang smart adalah DVR yang sukses dalam memanfaatkan keterbatasan bandwidth, bukan DVR dengan feature melimpah, namun tidak berdaya saat menghadapi bandwidth kecil. 

Penutup
Sebetulnya yang lebih "aman" adalah memasukkan settingan hostname, user dan password ini ke dalam menu DDNS pada ADSL modem, sehingga kali ini modem ADSL-lah yang meng-update ke DynDNS atau No-IP, bukan DVR. Penjelasan mengenai hal ini ada di sini.

02 March 2020

Yuk, Mengenal IP Camera! (Bagian 2)

Selain itu ada pula teknik untuk "meng-IP-kan" camera CCTV biasa, sehingga camera ini bisa "naik kelas" menjadi IP. Cameranya tetap camera biasa, tetapi dimasukkan dulu ke suatu alat yang disebut dengan Network Video Server (NVS), sehingga sinyal video-nya berubah menjadi IP Video. Dengan begitu, user bisa lebih bebas memilih model dan kualitas camera analog yang akan dimasukkan ke unit ini, karena bagi sebagian orang, kualitas camera analog dianggap lebih baik ketimbang IP Camera kebanyakan. Namun sayang, harga satu unit NVS ini masih terbilang mahal, sehingga perlu diperhitungkan segi biayanya, apabila akan dipakai untuk menggantikan sistem yang sudah terpasang. 


Pada posting berikutnya, insya Allah kami akan bahas bagaimana cara meng-install IP Camera ini untuk pertama kali dan menu apa sajakah yang ada di dalamnya. Jika masih ada kesempatan -walau sekarang sudah tidak aneh lagi- bagaimanakah meng-konfigurasi camera ini agar bisa di-access via Internet?Stay tune!

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.