Showing posts with label Troubleshooting CCTV. Show all posts
Showing posts with label Troubleshooting CCTV. Show all posts

30 March 2022

Cara Memperbaiki Kamera CCTV Berbayang | Buram | Rusak

pemasangan cctv bandung professional

Karena umur pemakaian, seringkali gambar kamera cctv mengalami penurunan kualitas, entah itu berbayang, rusak, buram, atau bahkan mati. Penyebabnya bervariasi mulai dari koneksi yang longgar sampai alat yang rusak. Perencanaan pemakaian material yang digunakan ikut serta mempercepat kerusakan. Contohnya pemasangan kamera yang tidak menggunakan pipa conduit dan junction box (duradus) seperti di bawah ini.


service cctv bandung perbaikan kamera rusak cctv buram


Efeknya tidak akan terasa dalam jangka waktu pendek. Hanya saja kamera cctv yang seharusnya mempunyai "umur" yang lebih panjang akan menjadi lebih pendek dan besar kemungkinan akan merembet ke material yang lain. Seperti pada kasus di bawah ini. Dimana pemasangan kamera cctv tidak menggunakan duradus dan kabel outdoor tidak dilindungi pipa conduit. Alhasil kita harus mengganti kabel dan konektor BNC dan power DC.
  
Berikut salah satu tampilan gambar kamera cctv tsb sebelum kita perbaiki.

service cctv bandung perbaikan kamera rusak cctv berbayang


Adapun langkah perbaikan kamera cctv yang berbayang | buram | rusak adalah sbb:
  1. Memastikan tegangan power supply, hasilnya power supply (adaptor) OK!.
  2. Memperbaiki koneksi konektor BNC di belakang DVR, gambar masih rusak!
  3. Memperbaiki koneksi konektor BNC di kamera, ditemukan konektor karatan karena tidak menggunakan duradus dan kabel yang terekspos di ruangan terbuka harus diganti karena getas dan kering. Akhirnya kita ganti kabel yang getas dan menambahkan junction box (duradus), gambar langsung jernih seperti di bawah. 

Step diatas tidak sesingkat yang saya ketik. Step di lapangan jauh lebih rumit dan memakan waktu. Pun
kalau tidak mau repot untuk service kamera cctv nya, langsung saja tap tombol di bawah untuk chat via whatsapp dengan kita. Boleh tanya-tanya dulu atau konsultasi untuk perbaikan ataupun PASANG BARU.





28 January 2021

Mengatasi Drop Tegangan pada Camera







Salah satu upaya mengatasi drop tegangan pada camera adalah mengganti adaptor dengan  rangkaian Adjustable DC Regulated Power Supply. Sebagaimana diketahui, masalah yang kerapkali muncul dalam instalasi camera adalah soal penempatan adaptor plug-in dimana kita jarang sekali mendapatkan sumber 220VAC di dekat camera, kecuali dengan menarik kabel listrik ke titik itu. Penempatan adaptor atau power supply yang jauh mendatangkan masalah drop teganganHal tersebut  tampak pada analisa di bawah ini:




Arus camera adalah arus yang tercantum dalam brosur spesifikasi. Misalkan dalam spesifikasi dinyatakan 300mA@12VDC, maka pada tegangan 12VDC camera "memakan" arus sebesar 0.3A untuk operasionalnya.

Di sisi lain, kabel penghantar yang panjang akan memiliki apa yang disebut dengan resistansi dalam (disimbolkan dengan huruf r kecil). Sesuai dengan hukum Ohm, maka arus yang mengalir melalui satu nilai resistansi akan membangkitkan tegangan sebesar arus (I) dikali nilai resistansi itu (r). Ilustrasi di atas memperlihatkan kabel merah-hitam yang biasa dipakai pada instalasi alarm dan PABX, kali ini dipakai untuk menyuplai tegangan camera pada jarak 30m. Misalkan, pada kabel merk tertentu diperoleh nilai r sebesar 3 ohm, maka tegangan drop yang terjadi di satu kabel adalah: arus camera dikali resistansi kabel, yaitu 0.3A x 3 ohm = 0.9 Volt. Jika dijumlahkan, maka untuk jarak 30m, tegangan adaptor plug-in sudah berkurang sekitar 1.8 VDC. Akibatnya, tegangan di camera sebenarnya hanya sekitar 10,2 volt saja. Inilah  problematika yang mungkin pernah kita hadapi.

Pada bahasan selanjutnya, kami akan menjelaskan solusi alternatif dalam mengatasi masalah yang "klasik" ini. Salah satunya adalah dengan memakai rangkaian adjustable DC regulated power supply. Kendati  belum dijelaskan secara detail, namun diagram di atas kiranya sudah memberikan gambaran yang gamblang mengenai apa yang dimaksud. Namun, jika belum jelas, nantikanlah posting kami selanjutnya seputar masalah ini, termasuk bagaimana cara praktis untuk mengetahui resistansi kabel yang dipasang.


Mengatasi Gangguan Camera (Resume)

Rule of Thumb
Sebagai penutup, berikut kami sampaikan sekali lagi beberapa hal pokok yang berkaitan dengan penanganan gangguan camera. Semoga uraian ini bisa membuka wawasan kita.

1. Sumber Tegangan Camera (Adaptor / Power Supply)

1. Periksalah tegangan camera terhadap kemungkinan drop akibat panjangnya kabel power.

2. Periksalah drop tegangan dengan tester ST-BT01Q. 

3. Coba beri dulu power camera dalam jarak dekat, lalu amati hasilnya. 

4. Test dengan battery 12VDC guna memastikan gangguan tersebut bukan berasal dari adaptor.

5. Untuk camera DC, pastikan adaptor memiliki tegangan minimal 12VDC / 1A.

6. Upayakan sumber tegangan untuk adaptor camera tidak satu group dengan beban-beban induktif lain, seperti: lift/elevator, mesin produksi, pompa air, motor listrik, lampu TL, dispenser dan semisalnya.

7. Jika perlu, gunakanlah EMI Filter pada listrik 220V.


2. Instalasi Kabel

1. Coba ganti dulu camera bermasalah dengan camera baru (camera cadangan), amati hasilnya. Jika gangguan masih ada, maka kemungkinannya adalah dari panjang kabel atau drop power supply, bukan dari cameranya.

2. Coba terapkan teknik Ground Loop Isolator (GL001).

3. Untuk kasus interferensi hindarilah dulu penggunaan Video Amplifier sampai ditemukan akar masalahnya.


3. Faktor Luar
Kenali juga faktor luar yang turut andil dalam menciptakan gangguan, misalnya:

1. Letak camera yang berdekatan dengan sumber interferensi. Coba jauhkan dulu posisi camera bermasalah dengan cara memasang camera cadangan di lokasi lain, namun tetap memakai kabel coaxial itu. Amati hasilnya.

2. Adanya kabel coaxial yang sejajar/paralel dengan lintasan kabel tegangan tinggi. Adapun jika kabel coaxial saling berpotongan dengan kabel listrik, maka kecil kemungkinannya untuk terjadi interferensi .

3. Adanya refleksi dari objek silau atau licin seperti lantai, ventilasi udara (lubang angin), atap mobil box, lampu infra red yang bersilangan antar camera satu dengan yang lain dan semisalnya.

4. Adanya cahaya kuat yang langsung menerpa camera (pelajari kembali soal F Stop).

5. Kondisi cahaya yang lemah di malam hari (coba ganti dulu dengan Day&Night camera atau pasang penerangan tambahan, sebelum memutuskan menggantikannya dengan IR Camera).

Sekian dulu informasi dari kami. Semoga bermanfaat.

Mengatasi Gangguan Camera (5)

What's New on CCD TV Lines? 

Secara sederhana parameter TV lines (TVL) dalam CCTV menyatakan jumlah garis telusur (scanning) yang dihasilkan oleh camera untuk membangun satu image utuh pada monitor. Sekilas maknanya hampir mirip dengan pixel (singkatan dari picture element). Kendati dasar teorinya berbeda, tetapi baik istilah TV lines ataupun pixel sama-sama menyatakan seberapa halus suatu gambar bisa terbentuk. Umumnya dikatakan, makin besar parameter ini, maka hasil gambarnya akan semakin halus. TV lines pada camera standard saat ini umumnya 380TVL. Setelah itu naik ke 480TVL, kemudian 530TVL dan 550TVL untuk kategori camera yang high resolution. Camera standard 380TVL pada umumnya sudah bagus, malah sering didapati warnanya lebih tajam ketimbang camera yang high resolution. Dari beberapa percobaan random, mayoritas staf teknik kami (tidak semua) lebih memilih warna nge-jreng yang dihasilkan oleh camera standard 380TVL daripada warna yang natural dari camera High Resolution. Hal ini mungkin disebabkan mata kita sudah biasa "tertipu" oleh penguatan warna (sebagaimana cita rasa vetsin dalam masakan). 

Dalam banyak hal camera High Resolution walau bagaimanapun memberikan citra warna lebih natural, misalnya warna kulit manusia, daun dan pepohonan akan tampak lebih alami. Camera jenis ini bisa pula digunakan untuk mengamati corak kain, warna-warni kain, warna karpet dan untuk percobaan di Lab (misalnya untuk mengamati perubahan kalor). Dari percobaan kami, camera high resolution masih dapat memberikan gambar yang "terlihat" pada kondisi cahaya kecil dibandingkan dengan camera standard 380TVL. Inilah salah satu kelebihannya.

Temuan fenomenal saat ini -pada saat artikel ini dibuat- khususnya yang berkaitan dengan parameter TV lines adalah camera dengan resolusi 600TVL. Dikombinasikan dengan beberapa parameter lain seperti SBLC (Super Back Light Compensation), TDN (True Day&Night), DNR (Dynamic Noise Reduction), maka bisa dikatakan camera 600TVL ini unggul pada level cahaya rendah (low light) dan tentu saja dalam hal kehalusan detail di siang hari. Berikut perbandingannya dengan chipset CCD lain:




Oleh karena spesifikasinya yang begitu baik, maka camera jenis ini bisa dimasukkan pula sebagai alternatif dalam desain / penawaran, baik untuk tipe indoor ataupun outdoor. Dengan demikian,  paling tidak kita sudah mengurangi resiko akan adanya camera yang gelap di malam hari. Oleh sebab itulah kami memasukkan penjelasan soal ini di bawah judul "Mengatasi Gangguan Camera" ini.



20 January 2021

Mengatasi Gangguan Camera (4)

Kembali pada persoalan camera gelap di malam hari. Camera dengan feature Day&Night bisa mengatasi hal ini ketimbang camera tanpa DNF (Day&Night Function), sekalipun ia memiliki parameter lux yang rendah. Beberapa vendor sering mengunggulkan parameter lux yang rendah ini, padahal parameter ini "ibarat buah simalakama". Lux rendah memang diperlukan pada malam hari, namun pada siang hari camera akan silau. Untuk itulah parameter D&N kita libatkan, sebab camera jenis ini memiliki rentang pengaturan cahaya yang sangat baik. 

Setelah mendapatkan camera D&N, maka selanjutnya kita lihat kembali parameter lain yang terlibat. Ada lagi yang disebut TDN (True Day Night). Sekalipun tidak pernah diuraikan secara rinci oleh pabrik, tampaknya untuk malam hari camera ini lebih baik ketimbang hanya D&N saja. Parameter lainnya, yaitu ICR dan DSS. ICR (IR Cut-off Removable) dipilih apabila kita menghendaki penambahan lampu Infra Red yang terpisah untuk membantu penglihatan di malam hari. DSS tidak bisa melakukan itu, karena ia tidak merespon cahaya lampu infra red yang diarahkan ke dalam gelap.

Selanjutnya parameter SDNR (Super Dynamic Noise Reduction). Parameter inipun turut andil dalam memberikan citra di malam hari dalam hal kehalusan detail. Dengan parameter ini, gambar akan terlihat halus, tidak kasar sebagaimana dialami oleh camera yang "menderita" di malam hari. 

Jadi kesimpulan kami, untuk menangani camera gelap di malam hari setidaknya kita perlu mempertimbangkan salah satu paramater berikut: D&N Function (DNF), True Day Night (TDN) dan SDNR. Ilustrasi di bawah ini memperlihatkan, kendati cahaya malam hari relatif kecil, namun camera tanpa IR pun bisa bekerja sempurna (at least in our humble opinion!). 


Mengatasi Gangguan Camera (3)

Factory Plant Camera Installation: The Most Common Problems


Pada instalasi camera di pabrik dan plant, 2 (dua) masalah serius yang menghantui installer adalah:

1. Interferensi.
2. Gambar gelap di malam hari.

Mengatasi interferensi telah berlalu pembahasannya yang pada intinya lebih memerlukan seni ketimbang sains. Point penting dalam hal ini adalah mengenali penyebabnya dan melakukan "trial and error" berdasarkan basic knowledge yang "mumpuni". Inilah yang kami maksud dengan ungkapan more art than science, artinya kita tidak perlu analisa dengan teori yang rumit-rumit, sehingga menyebabkan over analisa (walau kadangkala kamipun melakukannya tanpa sadar!). Untuk interferensi kami cukupkan sementara sampai di sini.

Sekarang, bagaimana mengatasi gambar gelap di malam hari? Wow, ini malah lebih artistik lagi! Beberapa parameter yang tertera dalam spesifikasi camera ternyata bisa "berjatuhan" di lapangan. Hal ini disebabkan survey lokasi kebanyakan dilakukan pada siang hari, sehingga kita tidak mengetahui persis bagaimana kondisi medan di malam hari. Pada beberapa tempat, perbedaan kondisi ini cukup membuat heran para pemula. Rekaman DVR memperlihatkan adanya perbedaan yang kontras antara hasil gambar di siang hari dan malam hari. Inilah yang menjadi topik bahasan kami kali ini.

Sebelum menganalisa lebih jauh, marilah kita uraikan kembali masalah ini. Intinya, untuk aplikasi outdoor semua camera CCTV tetap memerlukan cahaya yang memadai pada malam hari, tak terkecuali infra red camera (IR Cam). Mengapa demikian? Infra red camera tetap memiliki daya jangkau yang terbatas. Silakan buktikan sendiri, kalau mau. Jadi, untuk lokasi outdoor yang gelap total, maka jarak pandang IR camerapun terbatas pula. Hal ini disebabkan infra red yang terserap oleh objek di sekitarnya (terutama pepohonan, rumput dan tanah). Nah, dari sinilah faktor desain kembali memegang peranan (penting). Sampai seberapa perlukah kita memakai infra red camera? Ataukah lampu di lokasi yang ditambah? Dua pertanyaan ini harus dimunculkan, agar antisipasinya bisa dilakukan di awal penawaran, bukan setelah camera terpasang.


19 January 2021

Mengatasi Gangguan Camera (2)



Setelah jenis gangguan dikenali dengan cermat, maka kita dapat memulai troubleshooting kecil-kecilan. Seperti halnya pasukan yang akan terjun ke medan perang, ada baiknya jika kita menyiapkan seperangkat "senjata lengkap" berupa peralatan penunjang. Berikut ini adalah list peralatan penunjang yang sangat membantu dalam troubleshooting CCTV di lapangan.


1. Camera Standar atau Dome yang cukup baik sebagai referensi. Usahakan camera cadangan ini memiliki salah satu feature berikut: TDN (True Day&Night), DNF (Day&Night Function) atau SDNR (Super Dynamic Noise Reduction).

2. Fixed lens dengan F Stop 1.6 atau 2.0 (milimeter bebas).

3. Power supply 2A (Switching).

4. Battery 12V/4AH (lengkap dengan clip dan jack DC). 

5. ST-BT01Q atau sejenisnya.

6. Multimeter Digital.

7. Ground Loop Isolator GL001 (sebaiknya 2 buah).

Daftar di atas telah mencukupi untuk satu kali troubleshooting. Sedangkan jika ingin lebih serius lagi, maka kita harus siapkan pula filter-filter tambahan seperti : Video Transformer Filter, High Frequency Blocker dan EMI Filter. Oleh karena kita belum mengetahui seberapa besar kekuatan musuh, maka makin lengkap peralatan penunjang, tentunya lebih baik.

Baiklah kita mulai dengan 2 contoh kasus yang sedang hangat saat ini, yaitu gambar bergaris (kasus elevator camera) dan redup-terang (kasus di ruang khasanah/vault).

1. Elevator Camera Problem

Gejala (symptom): Saat lift diam gambar bagus, tetapi saat lift bergerak gambar bergaris-garis.

Kemungkinan Penyebab
1. Induksi listrik pada kabel coaxial yang berdekatan dengan kabel power lift.
2. Koneksi kabel coaxial kurang baik.
3. Power supply lemah.

Alternatif Penanganan
1. Hubungkan output camera (ujung kabel coaxial di ruang mesin lift) langsung ke monitor. Lihat hasilnya. Jika bagus, maka masalahnya ada pada kabel ke monitor di control room.

2. Supply dulu camera dengan battery 12V/4AH, lalu amati gejalanya. Jika masalah hilang, maka dipastikan sumber gangguannya adalah dari power adaptor (karena saat memakai baterai, gambar bagus, bukan?). 

3. Selanjutnya: pisahkan sumber listrik untuk adaptor camera dengan power untuk lift. Kalau perlu, gantilah adaptor camera dengan yang lebih baik (jenis switching) atau pasanglah EMI filter pada jalur 220V yang diperuntukkan bagi adaptor camera.

4. Jika point 2 di atas masih bermasalah (gangguan belum hilang), cobalah tambahkan GL001 pada output camera, lalu amati gejalanya. Boleh juga dicoba dengan memasang GL001 di kedua ujung kabel : satu di output camera dan satu lagi di input monitor. 

5. Bila perlu, untuk sementara ganti camera dengan camera cadangan, lalu amati hasilnya. Jika gangguan hilang, maka sumber masalah ada pada camera.

6. Selesaikan dulu masalah di titik ini (di ruang mesin lift) sebelum mengatasi masalah di Control Room (DVR).

7. Jika di ruang mesin lift tidak ada gangguan, namun saat tiba di control room gangguan kembali muncul, cobalah untuk tetap menggunakan dua buah GL001 yaitu: satu di output camera dan satu lagi di input DVR (yang ada di control room).

8. Jika masalah tak kunjung hilang juga, pertimbangkanlah untuk menggunakan teknik video balun.


2. Lighting Problem

Gejala (Symptom): saat lampu TL dinyalakan, gambar redup-terang berulang kali (gambar berdenyut).

Kemungkinan Penyebab: cahaya lampu berada pada titik ambang (threshold) electronic shutter lensa.

Alternatif Penanganan:
1. Pastikan power supply bekerja baik (gunakan ST-BT01Q).

2. Jika ada, tempatkan DIP switch FL (Flickerless) pada posisi ON pada standard / box camera .

3. Pilihlah lensa dengan F Stop besar (misalnya 2.0).

4. Jika masih mungkin, mainkan arah camera sampai gangguan hilang atau berkurang.

5. Ganti camera dengan camera cadangan, amati hasilnya.

Kasus-kasus seperti ini lebih banyak memerlukan trial and error yang cermat dan ketenangan dalam analisa, sebab antara satu kasus dengan lainnya berbeda. Dalam menangani kasus seperti ini, terkadang lebih diperlukan seni ketimbang sains. Maka, kami mengatakan bahwa mengatasi masalah pada camera it's more art than science.


Mengatasi Gangguan Camera (1)

                                           

Problematika camera kerap menjadi kecemasan installer (dan juga vendor!), yaitu ketika melihat hasil gambar di layar monitor yang tidak sesuai dengan harapan. Gambar silau, goyang dan bergaris merupakan ciri khas dari problematika camera. Saking sulitnya, seringkali untuk mengatasi problem itu dipakai cara coba-coba (trial and error). Penerapan teknik trial and error ini bukan tanpa alasan, mengingat sumber gangguan tidak bisa diketahui dengan pasti. Kita hanya bisa melihat gejala yang tampak pada hasil gambar, tanpa bisa memprediksi sebelumnya. Pada uraian kali ini kami mencoba mengelompokkan jenis gangguan tersebut dengan harapan penanganannya bisa dilakukan dengan cermat dan tepat.

Jenis Gangguan dan Penyebabnya

1. Gambar Silau (Whiting out)
Gambar silau umumnya terjadi saat camera melihat benda yang memantulkan cahaya. Contoh klasik dalam masalah ini adalah sinar matahari atau lampu yang jatuh di atas lantai maupun dinding berwarna putih. Demikian juga di paving block di halaman, atap mobil box dan ruangan  dengan lampu TL yang menyebar rata semisal factory outlet, studio foto, ruang QC di pabrik dan lainnya. Pada kondisi seperti ini, camera dengan F Stop rendah cenderung "gagal" dalam  menangkal cahaya kuat. Adakalanya saat camera ditundukkan ke bawah, gambar menjadi normal, tetapi sayang objek yang ditangkap tidak sesuai dengan keinginan user. 

2. Gambar Pudar (Faint)
Gambar pudar ditandai dengan melemahnya warna di semua tepi dari objek yang ditangkap. Penyebab utama biasanya dari kabel yang panjang atau kualitas kabel yang jelek serta power supply yang lemah (drop). Bisa juga dari sambungan connector yang kurang baik (sekalipun hal ini jarang dituding sebagai penyebab utama).

3. Gambar Bergelombang (Waving)
Gambar goyang umumnya disebabkan oleh interferensi dari frekuensi rendah, misalnya frekuensi listrik 220V/50Hz dari PLN atau genset.  Bisa juga disebabkan oleh faktor Ground Loop yang kerap terjadi pada instalasi kabel coaxial yang panjang.

4. Gambar Bergaris
Gambar bergaris disebabkan oleh gangguan frekuensi tinggi seperti lokasi yang berdekatan dengan pemancar radio siaran, radio amatir dan CB (citizen band). Masing-masing gangguan memiliki ciri khas. Jika gangguannya terus menerus, maka dipastikan dari pemancar radio siaran, sedangkan apabila sesekali namun sering, maka gangguan tersebut berasal dari komunikasi radio amatir atau CB.

5. Gambar Meteorit
Istilah meteorit adalah istilah kami. Gejalanya mirip seperti meteor atau komet yang "menghiasi" layar monitor. Penyebabnya adalah induksi dari motor-motor listrik seperti bor, generator, dinamo mesin dan semisalnya. 

Nah, setelah mengetahu ada pada kelompok manakah masalah camera kita, kita bisa mulai melacaknya satu per satu mulai dari sana.



21 April 2020

Mengapa DVR Jadi Tidak Bisa Merekam? (Bagian 3)

Apapun yang terjadi, saran kami jika tidak terpaksa jangan memakai berbagai mode perekaman pada channel tertentu dengan dalih menghemat hard disk. Cara ini memang bisa dilakukan, tetapi akan berdampak negatif pada sistem. Memakai mode rekaman yang berbeda-beda di setiap Channel menyebabkan sistem cenderung tidak stabil (paparan untuk soal ini lumayan panjang, namun bagaimana dengan pengalaman Anda?). Selain itu, perhitungan mengenai durasi rekamanpun menjadi tidak bisa dilakukan, sebab variabelnya tidak menentu. Maka dari itu, jangan heran jika ada merk DVR yang malahan tidak bisa melakukan hal ini. Artinya, semua channel hanya bisa memakai mode rekaman yang sama, misalnya Continuous semuanya atau Schedule semuanya, tidak bisa dicampur. 


4.  Pastikanlah indikator rekaman benar-benar tampil pada display
Pesan ini terdengar lucu, tetapi tidak ada salahnya jika kami ingatkan kembali, sebab ini adalah indikator satu-satunya bahwa DVR kita telah melaksanakan fungsinya dengan benar. Indikator ini bisa berupa tulisan REC, bulatan merah, simbol orang (mode Motion) atau tanda jam (mode Schedule). Pastikan pula menu OSD (On Screen Display) untuk mode ini tidak dibuat Disable.

5. Waspadailah Overwrite
Seringkali kita tidak bisa memastikan kapan tepatnya rekaman kita mulai ditimpa dengan rekaman baru (overwrite) dan bagian mana saja dari hard disk yang masih tersisa. Hal ini dikarenakan karakteristik penghapusan pada DVR tidak sama persis dengan pita analog. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengamatan secara seksama kapan rekaman ini benar-benar habis. Gunakan utility Space Calculator dan sebagai pendekatan ambillah durasi 1 minggu dulu, lalu simpulkan hasilnya. Overwrite menyebabkan rekaman lama kita menjadi hilang dan tidak bisa kembali lagi. Oleh karena itu waspadilah hal ini dan kalau perlu buatlah pilihan ini menjadi Disable dulu, paling tidak sampai kita benar-benar memahami karakteristik DVR kita. Setelah itu tergantung pada keperluan, apakah akan di enable atau tidak.

6. Jangan Lupa Backuplah Program Setting
Jika performa DVR kita sudah memuaskan, maka jangan lupa untuk men-save setting programnya ke dalam flash disk melalui menu Backup Settings atau menu yang semisalnya. Jadi saat DVR kita ngadat dan kebetulan vendor berbaik hati untuk menggantinya dengan DVR baru yang sama tipenya, maka kita tidak perlu repot lagi men-setting ulang DVR baru ini dari awal. Cukup kita me-restore saja settingan yang sudah di-save tadi ke DVR pengganti melalui menu Restore Settings.

Sekian sekedar Tips dari kami. Sekali lagi, dengan menjalankan sebagian dari tips di atas ditambah anda yakin akan kualitas DVR anda, mengapa harus khawatir?


20 April 2020

Mengapa DVR Jadi Tidak Bisa Merekam? (Bagian 2)

2. Tetapkanlah Durasi Rekaman.

Kendati DVR bisa merekam selama satu bulan penuh, namun ada baiknya jika kita menetapkan waktu rekaman yang lebih pendek, katakanlah per satu minggu. Ini dimaksudkan agar pemeriksaan bisa dilakukan dengan lebih intensif, sehingga masalah "tidak merekam" ini bisa diketahui lebih awal. Jadi, saran kami lupakanlah sejenak hard disk-hard disk besar, apalagi sampai hitungan Tera Byte (1 TB = 1000 Giga Byte!), kecuali jika anda benar-benar memerlukannya. 

Percaya atau tidak, hard disk berkapasitas kecil sampai sedang pada umumnya sudah mencukupi untuk rekaman selama 1 minggu pada 15 fps. Pada akhir pekan, misalnya Sabtu pagi, kita bisa meluangkan waktu untuk sekedar mengecek kondisi DVR kita sambil melihat hasil rekaman pada minggu itu. Jika ada rekaman penting, segera lakukan backup melalui USB Flash Disk atau media lain yang disediakan, yaitu CD/DVD RW. 

Namun, jika tidak ada kasus penting, maka lakukanlah format terlebih dahulu sebelum memulai rekaman baru. Pastikan pula tampilan jam dan tanggal pada DVR kita tidak ngaco. Jika tidak punya waktu, anda bisa menyuruh orang lain untuk melakukannya.

Untuk menetapkan lamanya DVR bisa merekam dan berapa kapasitas hard disk yang diperlukan, kita bisa menggunakan alat bantu hitung yang disebut dengan HDD Space Calculator. Program ini biasanya sudah ada pada pada menu DVR itu sendiri (jenis Standalone). Namun jika tidak dijumpai, kita bisa mencarinya di beberapa situs internet.


3. Pilih Mana: Manual, Continuous,  Schedule, Motion atau Sensor?

Umumnya DVR memiliki 5 mode rekaman seperti yang disebutkan di atas, yaitu : 

Manual        
DVR hanya akan merekam ketika tombol Rec ditekan dan berhenti merekam saat tombol Stop/Rec ditekan lagi.

Continuous 
DVR merekam terus-menerus secara non-stop sampai habis, termasuk saat kita sedang melihat hasil rekaman (playback).

Schedule 
DVR merekam pada jam-jam tertentu yang diprogram, misalnya dari jam 8 pagi sampai 5 sore. Di luar jam itu DVR tidak merekam.

Motion       
DVR hanya merekam dengan durasi waktu tertentu  pada saat ada objek bergerak, misalnya aktivitas manusia, kendaraan lewat dan sebagainya. Jika tidak ada objek bergerak, maka DVR akan standby (tidak merekam).

Sensor       
DVR hanya merekam pada saat input sensornya terlanggar (trigger), misalnya saat pintu dibuka atau ada orang melewati sensor infra red.

Nah, pilihlah mode yang paling pas untuk keperluan kita. Contoh: untuk memantau aktivitas Teller di Bank, paling pas jika kita memilih mode Schedule (misalkan dari jam 8 sampai 18) ketimbang Continuous. Untuk gudang spare parts, misalnya, pertimbangkanlah untuk memakai mode Sensor, dimana saat karyawan masuk saja (membuka pintu) DVR baru merekam dengan batas waktu tertentu, misalnya 2 menit. Sedangkan untuk rumah tinggal, mode Continuous lebih cocok ketimbang Motion atau yang lainnya. Alasannya adalah, mode ini paling mudah dalam setting dan paling mudah dianalisa. Dengan berpatokan pada durasi rekaman 1 minggu, maka kasus-kasus dimana DVR tidak merekam dapat diketahui lebih awal. 

Lalu, bagaimanakah jika kita mencampur beberapa mode rekaman sekaligus? Misalkan di Channel 1 kita memakai Motion, pada Channel 2 Continuous, Channel 3 katakanlah memakai mode Schedule dan seterusnya? Apakah yang akan terjadi?


19 April 2020

Mengapa DVR Jadi Tidak Bisa Merekam? (Bagian 1)


Pernahkah anda mengalami hal yang menjengkelkan ini? Saat diperlukan, tiba-tiba DVR kita tidak berisi rekaman apa-apa. Lebih parah lagi tombol-tombolnyapun malah jadi macet, termasuk Remote Control pada DVR. Persoalan klasik ini kerap menimpa pada DVR setelah sekian lama pemakaian dan tentu saja sangat mengganggu. Terlebih lagi jika ada kejadian yang perlu dilihat sebagai barbuk (barang bukti) polisi, namun rekamannya tidak ada alias blank. Lalu, bagaimanakah kiat agar DVR kita selalu dalam kondisi siap pakai? Berikut ini opini kami.


1. Kenali Dulu Sumber Masalahnya

Panas yang berlebihan kami tuding pertama kali sebagai penyebab utama masalah ini. Bayangkan saja, DVR umumnya dioperasikan selama 24 jam non-stop siang dan malam. Jika sudah begini, maka kualitas dari komponen penunjang merupakan faktor penentu survive atau tidaknya suatu produk DVR, baik yang Standalone maupun PC Based.

Sumber panas DVR Standalone bisa berasal dari:

1. Bagian Power Supply, khususnya yang ada di dalam casing (built-in).
2. Komponen pada Mainboard, khususnya IC Voltage Regulator, IC Prosesor dan IC Codec (umumnya dari merk Techwell)
3. Hard Disk.

Nah, dua atau tiga sumber panas inilah yang secara kontiyu menyumbang thermal di dalam casing DVR. Kontributor panas terbesar dipegang oleh Hard Disk, disusul oleh IC Prosesor dan bagian Power Supply. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika pada DVR Standalone selalu terpasang kipas angin kecil (fan), baik di bagian belakang ataupun di sisi kiri-kanan casing. Jumlahnya kebanyakan hanya satu, jarang dijumpai yang dua apalagi tiga. Anehnya, pihak pabrikan seolah-olah menyepelekan soal isu thermal ini. Buktinya, pada beberapa merk DVR Standalone pemasangan fan ini terkesan dilakukan ala kadarnya, bahkan ada yang tanpa fan samasekali (istilahnya fanless)! Selain ukuran fan-nya kecil, posisinyapun tidak signifikan dalam upaya membuang panas ke luar. Dengan mengabaikan model dan jumlah blade,  fan berukuran kecil umumnya memiliki daya hisap dan hembus yang lemah. Apalagi jika dipasang hanya satu dan letaknya berjauhan dari ketiga sumber panas tadi, maka kecepatan maupun daya hisapnya menjadi tidak efektif. Pernahkah anda memperhatikan dengan seksama kondisi seperti ini?

Jika kami ditanya, di manakah pemasangan fan yang ideal untuk DVR Standalone? Maka kami jawab :

1. Tepat di atas prosesor (seperti pada prosesor PC).
2. Tepat di atas atau di bawah Hard Disk (dengan ventilasi yang langsung).
3. Tepat di dekat Power Supply (jika power supply-nya ada di dalam casing).

Hanya saja kami harus realistis dalam masalah ini, sebab:

1. Memasang banyak fan akan menaikkan ongkos produksi yang tentu saja berimbas pada harga DVR.
2. Fan menimbulkan kebisingan yang cukup sangat mengganggu.
3. Sekecil apapun, fan tetap akan menyerap daya. Makin banyak jumlahnya, maka daya yang diperlukan akan semakin besar. Artinya, kapasitas power supply mesti ditambah dan sekali lagi ini akan menaikkan ongkos produksi.

Jadi, jangan protes apabila DVR kita hanya dibekali dengan fan yang ala kadarnya tadi, bahkan yang lebih gila: tanpa fan sama sekali! Fan yang efektif bisa diketahui dari ukuran, jenis blade dan penempatannya. Selain itu ada yang ketinggalan, yaitu parameter rpm (revolutions-per-minute). Makin cepat rpm, tentunya makin baik, karena hembusan fan akan makin kuat. Ukuran fan minimal harus sedang dan berbahan kokoh, jangan yang kecil dan lembek. Bentuk blade juga memengaruhi. Ada yang banyak, tipis dan melengkung, adapula yang renggang, tebal dan lurus. Namun, untuk soal teknis ini biarkanlah para insinyur yang memikirkannya. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah sebatas menilai apakah fan ini sudah efektif atau belum. Lalu, perlukah kita memasang fan tambahan?

Bagaimana dengan hard disk? Menurut kami justru hard disk inilah yang semestinya diberi cooling fan. Cuma sekali lagi, pabrikan seolah-olah tidak menaruh perhatian pada soal ini. Hal ini terlihat dari ukuran casing DVR yang umumnya sempit, sehingga tidak menyisakan ruang bagi hard disk untuk ditambahkan fan. Padahal dalam PC, penambahan fan pada hard disk ini bukanlah sesuatu hal yang baru, bahkan diyakini dapat meningkatkan kinerja dan kestabilan harddisk. Nah, apalagi untuk DVR yang kerja hard disknya jauh lebih berat ketimbang PC, maka logikanya penambahan fan ini mestinya menjadi isu penting, bukan?

Demikian pula soal ventilasi. Ventilasi pada Standalone DVR umumnya tidak berada tepat di atas ataupun di bawah sumber panas (misalnya hard disk), melainkan di belakang atau di pinggir. Ini bisa menimbulkan persoalan serius. Saat casing ditutup, jarak hard disk dengan penutup casing ataspun terbilang sempit, bahkan nyaris tidak meninggalkan celah. Ada pula DVR yang jarak antara hard disk dengan mainboard-nya sangat dekat. Jika sudah demikian,  DVR seolah-olah bagaikan sebuah "oven". Jadi, tanpa ventilasi dan fan yang baik, jangan heran jika satu saat DVR akan "ngadat", seakan-akan tidak merekam

Menghadapi situasi ini, cobalah periksa apakah memungkinkan jika kita menambahkan extra fan di dalam casing? Jika mungkin tambahkanlah fan kecil 12VDC di atas hard disk dengan bantuan double-tape (isolasi bolak-balik) atau belilah hard disk cooler. Carilah sumber 12VDC yang "nganggur". 

                                                     Contoh Cooling Fan DC 12V

Apabila di dalam casing sudah demikian sempit (dan memang kebanyakannya begitu!), maka carilah alternatif lain, yaitu lubang ventilasi. Tempatkanlah extra fan di depan atau di atas ventilasi ini dengan arah menghisap (exhaust). Oleh karena di luar, maka fan 220VAC tampaknya lebih reasonable, karena kita tinggal menancapkannya pada stop kontak. Namun, kerugian fan model ini adalah bunyinya yang mengganggu. Oleh karena itu, pemasangannya harus baik (kokoh), sehingga casing tidak ikut bergetar karenanya. Salah satunya adalah dengan bantuan double-tape tebal di setiap tepinya.


                                                      Contoh Cooling Fan AC 220V








17 April 2020

Solusi Camera CCTV Berembun, Coba Cara Ini!



Kendati rasanya sudah cukup lama menggeluti bidang CCTV, jujur saja masalah sepele ini masih meninggalkan misteri yang seolah tanpa akhir. Masalah ini baru disadari setelah kita menerima komplain dari client, mengapa camera secanggih ini masih bisa berembun, terutama saat hujan dan pagi hari? Well, jika dikaitkan dengan peristiwa embun, masalahnya bukan semata-mata terletak pada canggih dan mahalnya camera, melainkan lebih pada faktor alamiah. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebagaimana mafhum, peristiwa embun sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan keseharian kita. Contohnya: tatkala mengendarai mobil saat hujan dengan penumpang penuh dan ac mobil ngadat, maka tak ayal embun akan menyelimuti seluruh kaca mobil. Demikian pula dengan air es yang dituangkan dalam gelas, maka setelah beberapa lama bagian luar gelas akan basah, bukan? Inilah yang dinamakan peristiwa pengembunan atau kondensasi. Menurut definisinya, embun adalah peristiwa perubahan wujud uap menjadi cair akibat adanya selisih suhu. Pada kasus mobil di atas, suhu di dalam mobil lebih hangat ketimbang di luar, sehingga terjadilah embun di bagian yang hangat, yaitu di dalam mobil. Sebaliknya, pada kasus air es di dalam gelas, embun terjadi di luar gelas, karena di luar gelas suhunya lebih hangat. Jadi, kesimpulannya embun terjadi pada bagian yang lebih hangat. Semakin besar perbedaan suhunya, maka terjadilah tetesan-tetesan air.

Kembali pada kasus camera, saat terjadi hujan, maka suhu di luar akan menjadi dingin, sementara suhu di dalam camera lebih hangat akibat dari kerja rangkaian elektronik. Oleh sebab itulah terjadi pengembunan (persis seperti pada kasus mobil di atas). Sebenarnya ini peristiwa lumrah, namun cukup mengganggu. Setiap factory memiliki cara masing-masing untuk mengantisipasi hal ini, misalnya dengan memasang pipa kapiler, memperbaiki material, mengurangi disipasi daya agar rangkaian tidak panas serta upaya lainnya. Akan tetapi adakalanya masalah ini masih menggelayuti sebagian produk walaupun skalanya tidak besar. Nah, jika mengalami masalah ini, cobalah untuk memasang silika gel di dalam camera. Silika gel seperti ini banyak ditemui pada kemasan kapsul obat, dus sepatu ataupun produk elektronik, dengan ciri khasnya yang berupa peringatan "Do not eat". Jika bisa membeli, belilah silika gel yang baru, lalu pasanglah di dalam camera dengan bantuan double tape. Silika gel tidak boleh lama-lama terekspos ke udara bebas, karena kemampuannya menyerap uap air akan berkurang. Ilustrasi pemasangannya bisa seperti gambar di bawah ini atau disesuaikan dengan bentuk camera lainnya. 


Tapi perlu diingat, pada sebagian casing produk weatherproof camera di sana tertulis "Do not open". Untuk camera jenis ini kita tidak disarankan untuk membukanya -karena bisa merusak garansi- kecuali jika camera tersebut memang sudah mengalami pengembunan dan kita bermaksud memasukkan silika gel ke dalamnya. Selamat mencoba!

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.


08 July 2013

Basic Troubleshooting CCTV yang Terlupakan

Dalam satu jurnal disebutkan, bahwa penelitian terhadap 10,000 komplain yang berkenaan dengan instalasi CCTV dari berbagai merk, disimpulkan sebanyak 65% gangguan CCTV disebabkan oleh masalah kabel, khususnya dari jenis coaxial. Termasuk hal ini adalah jeleknya kualitas kabel coaxial, kesalahan memilih kabel, jeleknya connector dan cara penyambungan. Selanjutnya, 27% lagi disebabkan oleh faktor power supply dan kondisi lingkungan, yaitu tegangan drop, buruknya sistem grounding atau panas yang berlebihan di sekitar peralatan. Sedangkan 7% diakibatkan oleh kesalahan dalam setting dan konfigurasi peralatan. Namun, yang mencengangkan adalah sisanya, yaitu hanya 1% saja gangguan yang diakibatkan oleh kesalahan unit. Angka ini tentu saja bisa menjadi kabar gembira bagi penjual, bukan? 

Terlepas dari valid tidaknya data di atas, namun ada satu benang merah yang bisa ditarik, yaitu saat troubleshootingfaktor bagusnya kabel memegang peranan penting. Kabel tersebut adalah coaxial cable yang sering digunakan pada instalasi CCTV, baik jenis RG-59, RG-6 atau RG-11. Pada posting kali ini, kami tidak akan membahas kabel merk apa yang bagus, sebab kualitas kabel akan sebanding dengan cost. Namun, bagaimanakah kita meyakini bahwa instalasi kabel tidak ada masalah?


Sedikit Penyegaran Seputar Kabel Coaxial  
Pengetahuan tentang kabel coaxial sudah sering disinggung, tetapi kita minim informasi. Kali ini kami hanya akan menyegarkannya kembali. Peralatan mahal dan canggih akan menjadi sia-sia, jika sinyal video tidak disalurkan melalui media yang tepat. 

Umumnnya kabel coaxial memakai code RG, misalnya RG-59/U. RG adalah singkatan dari radio guide atau radio grade, 59 menyatakan diameter kabel dan impedansi 75 ohm, sedangkan U menyatakan aplikasi universal (umum). Tapi, kebanyakan dari kita tidak ngeh soal komposisi material kabel, terutama pada bagian anyamannya (braid atau woven shield). Asal harganya murah, cukuplah spesifikasi sampai di sini. Padahal di satu sisi, faktor materialpun perlu diketahui. Perhatikanlah gambar di bawah ini.



Seperti terlihat pada gambar di atas, kabel coaxial terdiri atas inner conductor (A) dan shield berupa anyaman (wovenbraid) pada lapisan atasnya. Adapun komposisi material kabel yang dikenal hingga saat ini adalah:

1. SC ( solid copper ), yaitu bahan tembaga. 
2. AL ( aluminium ).
3. CCA ( copper covered aluminium ), yaitu aluminium yang dilapisi tembaga.
4. CCS ( copper covered steel ), yaitu besi yang dilapisi tembaga.

Kendati tembaga, aluminium dan besi sama-sama merupakan penghantar listrik yang baik, namun pada aplikasi CCTV, lebih ditekankan untuk menggunakan kabel berbahan tembaga, baik untuk center conductor maupun braid-nya. Apa sebab? Ini disebabkan karena output camera CCTV merupakan sinyal video komposit yang tergolong ke dalam frekuensi rendah dibanding sinyal televisi. Sinyal frekuensi rendah memerlukan kabel dengan resistansi DC yang kecil agar selamat dari redaman (losses). Pada gambar, resistansi ini disimbolkan oleh huruf r). Dibandingkan aluminium dan besi, kabel tembaga memiliki resistansi DC paling kecil. Oleh sebab itu, kabel coaxial dari jenis tembagalah yang idealnya dipilih untuk instalasi CCTV. Tidak mengherankan apabila coaxial jenis ini harganya lebih mahal.

Beralih ke sinyal televisi. Kendati sama-sama mengandung video komposit, namun sinyal televisi memiliki komponen frekuensi tinggi berupa gelombang radio (radio frequency, RF). Pada gelombang elektromagnetik, resistansi DC satu kabel tidak terlalu berpengaruh pada transmisi. Jadi, untuk sinyal televisi, penggunaan kabel berbahan dasar aluminium atau besi merupakan pilihan logis. Alasannya kembali pada persoalan cost yang lebih murah.  Kesimpulannya, kabel CCTV yang baik semuanya berbahan tembaga -baik bagian dalam maupun anyamannya-, sedangkan kabel televisi memakai bahan aluminium pada anyamannya.


                                                             (klik untuk memperjelas)

Dengan banyaknya pilihan merk dan harga, situasi di lapangan seringkali confuse. Kita tidak sempat lagi memeriksa kabel secara detail, yang penting coaxial, 75 ohm, harganya murah, titik! Kendati ini sah-sah saja, namun setidaknya sekarang kita mengetahui alasan mengapa merk A lebih mahal ketimbang merk B atau sebaliknya. 

Berita lainnya adalah masalah copper dan aluminium ini ternyata tidak semua pihak sepakat. Buktinya, perusahaan sekaliber Honeywell Cable, mengeluarkan hasil test yang seolah menyanggah isu ini. Mereka mengatakan, dari sisi elektrikal tidak ada masalah berarti antara kabel ber-braid tembaga (copper) dengan aluminium (copper covered aluminium), kecuali soal jarak. Hal ini diperkuat dengan bukti test di laboratorium yang kesimpulanya RG-59/U copper bisa mencapai 750feet (250m), sedangkan copper covered aluminium hanya sampai 600feet (200m).

Troubleshooting Dasar
Terlepas pro-kontra bahan kabel, bagaimanakah jika kabel sudah ditarik, tetapi masih menyisakan gangguan pada gambar? Berbekal konsep resistansi DC dan terminasi, kita bisa mulai troubleshooting dasar berikut ini:



1. Lepaslah connector BNC pada DVR.
2. Lepaslah connector BNC camera.
3. Hubungsingkatlah bagian tengah dan luar BNC camera.
4. Ukurlah resistansinya di sisi DVR dengan memakai digital multitester.
5. Jika diperoleh nilai antara 10 - 15 ohm, maka resistansi kabel bisa diterima. 
    Nilai di bawah 10 ohm lebih bagus, dan jika di atas 15 ohm bisa menjadi masalah.
6. Lepas jumper di sisi camera.
7. Masukkan BNC pada input DVR.
8. Ukurlah terminasi DVR di ujung kabel camera. Nilai 76 - 90 ohm berarti terminasi benar. Nilai 36 - 52 ohm berarti ada dua kali terminasi (periksa sambungan T, junction box dan peralatan lain). Jika resistansi tidak terbaca, DVR akan menampilkan no video.

Dengan menerapkan teknik ini, akhirnya bisa disimpulkan termasuk kategori manakah masalah CCTV yang kita hadapi, apakah soal panjang kabel, material kabel ataukah soal terminasi?

13 June 2013

Problematika Camera Infra Red (3)

Adanya dua camera IR indoor yang dipasang berhadapan
Jika dalam satu ruangan terpasang dua camera IR, maka kebanyakan problem yang terjadi adalah sinar infra red saling menggganggu satu sama lain. Ini ditandai dengan adanya bayangan putih, sehingga gambar tampak buram.  Penanganannya tetap mengacu pada rule of thumb mengubah arah salah satu camera. Jika ini tidak memungkinkan, bisa ditempuh dengan cara mematikan infra red di salah satu camera, bahkan di kedua-duanya. Sebagai pengganti cahaya, kita bisa menambahkan lampu downlight (bila mungkin) atau infra red illuminator pada posisi yang tepat. Selama memungkinkan, bisa juga dipertimbangkan dengan mengganti camera dengan tipe Day&Night (tanpa IR).


Pengaruh debu, sarang laba-laba, goresan dan sidik jari pada cover
Debu, kotoran atau sarang laba-laba yang menempel pada cover oleh infra red akan diterjemahkan sebagai objek yang memantul, sehingga mengganggu kualitas gambar. Gambarannya lebih kurang seperti ini:


Perhatikan efek yang terjadi pada latar belakang, tampak putih dan tidak jernih, bukan? Nah, masalah ini dapat diatasi hanya dengan membersihkan cover. Perlu diingat, saat membersihkan gunakanlah lap khusus yang tidak menggores, seperti bahan microfiber (lap kacamata) atau plas chamois (kanebo). Ini untuk menghindari tergoresnya cover yang justru akan mendatangkan masalah baru.

Satu hal lain yang sering luput adalah sidik jari. Saat menutup camera -khususnya yang berjenis dome- adakalanya sidik jari kita menempel pada cover tepat di depan lensa. Hal ini menyebabkan camera menjadi buram dan memantulkan infra red. Cover transparan pada camera dome senantiasa dilindungi oleh lembaran plastik dan baru dilepas saat cover sudah terpasang. Namun, saat membuka cover kita jarang memperhatikan hal kecil ini. Akibatnya, cover dome penuh dengan bekas sidik jari. Tidak heran jika ada pabrik yang melengkapi produknya dengan sarung tangan putih berbahan halus. Jika ada, pakailah sarung tangan ini saat menutup atau membuka cover, lalu bersihkanlah bekas-bekas sidik jari dengannya.

Penutup
Masalah umum yang terjadi pada camera IR seperti yang telah kami jelaskan adalah lumrah dan bisa ditangani dengan menerapkan rule of thumb sederhana. Tergantung tingkat kompleksitas di lokasi pemasangan, adakalanya kita harus bekerja secara bertahap sebelum masalahnya benar-benar tuntas. Sampai jumpa!

11 June 2013

Problematika Camera Infra Red (2)

Pantulan dari lampu infra red
Persoalan inilah yang boleh dikatakan paling sering terjadi. Penyebabnya bisa bermacam-macam, namun sebagai pedoman  (rule of thumb) dalam troubleshooting, bisa dirinci sebagai berikut:


1. Hindari refleksi dari dalam casing. Ketahuilah, bahwa semakin naik arah camera mendekati 90 derajat, resiko pemantulan semakin tinggi, karena cover dome bagian dalam akan tampak dan memantulkan infra red. 




Jadi pedomannya adalah: hindarilah objek yang memantul, baik itu dari dalam casing dome itu sendiri atau dari luar dengan cara mengatur kembali arah camera.

2. Hindari juga objek yang memantul, seperti: lantai, dinding, langit-langit dan permukaan lain yang berwarna putih. Selain menimbulkan efek silau di siang hari, objek seperti inipun berpotensi memantulkan infra red di malam hari.

3. Jangan memasang casing tambahan atau memasang camera di balik kaca.

4. Perbaiki posisi semua karet penutup, baik di sekitar lampu led, maupun di sekeliling camera, jangan sampai miring atau dudukannya tidak pas.

5. Kencangkan semua sekrup cover camera (jika ada) jangan ada yang longgar.

Lingkaran di tengah-tengah (halo effect)
Pernahkah anda melihat hasil gambar camera IR pada kondisi gelap seperti ini? Masalah ini bisa saja terjadi, bahkan pada merk yang termasuk bagus sekalipun.


Gejala ini sering disebut sebagai halo effect dan ini sangat lumrah terjadi di beberapa tipe camera IR. Penyebabnya adalah lampu IR yang terlalu menyebar dan memantul melalui cover dalam intensitas kecil. Walaupun kecil, tetapi dampaknya sangat menganggu. Sekali lagi, masalah ini bisa diatasi dengan menerapkan salah satu dari rule of thumb di atas. 

Pengembunan
Masalah ini kerap terjadi, khususnya pada camera tipe outdoor, walau tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada tipe indoor yang dipasang di outdoor. Penanganannya telah kami paparkan di sini, silakan rujuk kembali kalau mau.

Lensa yang tidak fokus
Pernah seorang client mengganti lensa camera IR standar pabrik (6mm) dengan lensa 3.8mm dengan harapan bisa memperoleh pandangan yang lebih lebar. Namun, apa yang terjadi? Alih-alih bagus, hasilnya malah terlihat buram seperti ini. 

Jadi, pertimbangkanlah jika kita ingin mengganti lensa dengan ukuran lebih kecil, karena -menurut apa yang kami alami- hal ini bisa menimbulkan pantulan dan out of focus

Kualitas material cover (penutup camera)
"Ada harga ada barang", demikianlah pameo yang selama ini sulit dipatahkan. Kualitas cover memang ikut andil dalam menciptakan pantulan. Cover yang mudah buram dan tergores, boleh jadi merupakan biang keladi dari semua itu. Berbeda dengan cover yang bening, kokoh dan halus, maka permasalahan ini bisa diminimalisir. Oleh sebab itu beberapa fabrikan ada yang menyediakan cover pengganti seandainya cover aslinya tergores atau materialnya kurang bagus. Namun -sekali lagi- sebelum mem-vonis produk, cobalah tangani dulu dengan rule of thumb di atas.

09 June 2013

Problematika Camera Infra Red (1)


"Kok, kalau malam gambarnya kabur, ya?" Pertanyaan seperti ini mungkin pernah, bahkan sering kita dapatkan dari customer yang memasang camera infra red. Betapa tidak, camera IR yang digadang-gadang mampu memberikan solusi pengamatan di malam hari, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Kendati dalam komplainnya customer memakai istilah berbeda-beda -ada yang menyebut buramkaburflek putih, nge-blur dan lainnya- akan tetapi kesemuanya itu mengarah pada problem yang sama. Ya, itulah problematika khas infra red camera, tanpa memperdulikan soal merk dan harganya. Terus terang persoalan ini jarang diantisipasi sejak dini, karena saat melakukan survey, kita lebih memperhatikan faktor "ke mana camera akan diarahkan" atau "tipe camera apa yang cocok" ketimbang mengenali potensi gangguan yang mungkin terjadi. Memang ini tidak salah, karena jika penempatannya pas, camera IR bisa menghasilkan gambar yang nyaris sempurna di malam hari. Namun apa dikata, adakalanya hasil gambar malah jauh dari sempurna. Persoalan ini baru disadari customer manakala ia melihatnya sendiri, entah melalui DVR atau melalui internet. Apakah anda pernah mengalami hal serupa? Nah, mulai dari serial posting berikut ini kami mencoba untuk membahas persoalan tersebut secara gamblang. Semoga bermanfaat!

Kenali dulu penyebabnya
Tanpa melihat jenis cameranya -apakah jenis dome atau bukan dome- secara umum penyebab gangguan pada camera IR kami bagi ke dalam dua faktor, yaitu: internal dan eksternal. Faktor internal adalah gangguan yang berasal dari dalam cameranya sendiri, seperti: 
1. Pantulan lampu infra red (inilah yang sering terjadi).
2. Lingkaran hitam di tengah-tengah (halo effect).
3. Pengembunan.
4. Lensa yang tidak fokus.
5. Kualitas material cover.

Adapun faktor eksternal adalah gangguan yang berasal dari luar camera (tepatnya: di lokasi pemasangan). Beberapa diantaranya adalah:
1. Adanya dua camera IR dalam satu ruangan yang dipasang berhadapan.
2. Reflective object (objek yang memantulkan cahaya).
3. Debu dan kotoran -misalnya sarang laba-laba- yang menempel pada cover.
4. Sidik jari pada cover.

Termasuk ke dalam kategori manakah gangguan yang sedang dihadapi dan bagaimanakah cara penanganannya? Insya Allah kami akan bahas pada posting mendatang.