18 April 2020

Seputar Access Lokal CCTV dan DVR


Seperti diketahui, satu DVR yang terhubung dengan jaringan lokal (LAN) dapat di-access dengan mengetikkan alamat lokalnya saja, misalnya http://192.168.1.80, bukan? Sampai di sini tidak ada masalah dan memang seperti itulah adanya. Namun, maukah kita agar alamat lokal tersebut sama dengan nama hostname via internet, katakanlah jadi http://tanyaalarm.no-ip.org ? Jika mau, kita bisa menempuh langkah ini:

1. Dari desktop Windows, klik-lah secara berurutan menu ini Start > Computer > C:\ > Windows > System32 > drivers > etc. Sampai di sini, kliklah pada file yang bernama 'hosts'. Pakailah editor Notepad untuk mengedit file ini.

2. Tambahkanlah alinea baru di paling bawah yang berisi alamat lokal DVR kita  berikut hostname yang kita inginkan. Contohnya bisa seperti ini: 


3. Setelah ditambahkan alinea baru tersebut, jangan lupa klik File > Save, kemudian tutup semua menu.

4. Selesai.

Kini, untuk meng-access DVR secara lokal (via LAN) kita bisa ketikkan http://tanyaalarm.no-ip.org saja pada browser. Jika perlu alamat ini di-bookmark saja biar mudahO,ya, kalau mau pakai dot com juga bisa, tinggal edit saja di notepadnya dengan dot com (biar lebih keren!). Tapi ingat, alamat ini hanya untuk access lokal saja, ya. Untuk access dari internet, kita tetap perlu menambahkan nomor port di belakangnya, misalnya http://tanyaalarm.no-ip.org:5500. Selamat mencoba!

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.


17 April 2020

Solusi Camera CCTV Berembun, Coba Cara Ini!



Kendati rasanya sudah cukup lama menggeluti bidang CCTV, jujur saja masalah sepele ini masih meninggalkan misteri yang seolah tanpa akhir. Masalah ini baru disadari setelah kita menerima komplain dari client, mengapa camera secanggih ini masih bisa berembun, terutama saat hujan dan pagi hari? Well, jika dikaitkan dengan peristiwa embun, masalahnya bukan semata-mata terletak pada canggih dan mahalnya camera, melainkan lebih pada faktor alamiah. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebagaimana mafhum, peristiwa embun sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan keseharian kita. Contohnya: tatkala mengendarai mobil saat hujan dengan penumpang penuh dan ac mobil ngadat, maka tak ayal embun akan menyelimuti seluruh kaca mobil. Demikian pula dengan air es yang dituangkan dalam gelas, maka setelah beberapa lama bagian luar gelas akan basah, bukan? Inilah yang dinamakan peristiwa pengembunan atau kondensasi. Menurut definisinya, embun adalah peristiwa perubahan wujud uap menjadi cair akibat adanya selisih suhu. Pada kasus mobil di atas, suhu di dalam mobil lebih hangat ketimbang di luar, sehingga terjadilah embun di bagian yang hangat, yaitu di dalam mobil. Sebaliknya, pada kasus air es di dalam gelas, embun terjadi di luar gelas, karena di luar gelas suhunya lebih hangat. Jadi, kesimpulannya embun terjadi pada bagian yang lebih hangat. Semakin besar perbedaan suhunya, maka terjadilah tetesan-tetesan air.

Kembali pada kasus camera, saat terjadi hujan, maka suhu di luar akan menjadi dingin, sementara suhu di dalam camera lebih hangat akibat dari kerja rangkaian elektronik. Oleh sebab itulah terjadi pengembunan (persis seperti pada kasus mobil di atas). Sebenarnya ini peristiwa lumrah, namun cukup mengganggu. Setiap factory memiliki cara masing-masing untuk mengantisipasi hal ini, misalnya dengan memasang pipa kapiler, memperbaiki material, mengurangi disipasi daya agar rangkaian tidak panas serta upaya lainnya. Akan tetapi adakalanya masalah ini masih menggelayuti sebagian produk walaupun skalanya tidak besar. Nah, jika mengalami masalah ini, cobalah untuk memasang silika gel di dalam camera. Silika gel seperti ini banyak ditemui pada kemasan kapsul obat, dus sepatu ataupun produk elektronik, dengan ciri khasnya yang berupa peringatan "Do not eat". Jika bisa membeli, belilah silika gel yang baru, lalu pasanglah di dalam camera dengan bantuan double tape. Silika gel tidak boleh lama-lama terekspos ke udara bebas, karena kemampuannya menyerap uap air akan berkurang. Ilustrasi pemasangannya bisa seperti gambar di bawah ini atau disesuaikan dengan bentuk camera lainnya. 


Tapi perlu diingat, pada sebagian casing produk weatherproof camera di sana tertulis "Do not open". Untuk camera jenis ini kita tidak disarankan untuk membukanya -karena bisa merusak garansi- kecuali jika camera tersebut memang sudah mengalami pengembunan dan kita bermaksud memasukkan silika gel ke dalamnya. Selamat mencoba!

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.


16 April 2020

Menyoal Kualitas IP Camera


Pengantar
Barangkali IP camera masih asing bagi sebagian orang, sekalipun bagi sebagian lainnya sudah merupakan hal biasa, bahkan sering menggelutinya. Sebagaimana pernah kami paparkan beberapa waktu lalu, bahwa salah satu perbedaan IP Cam dengan camera biasa terletak pada kabel yang dipakai. Jika IP cam memakai kabel UTP, maka camera biasa pada umumnya memakai kabel coaxial. Tapi ternyata perbedaan ini tidak cukup sampai di sini. Bukankah video balun pun memakai kabel UTP, tetapi tidak termasuk ke dalam IP cam? Bagi yang ingin memahami persoalan ini lebih detail, silakan merujuk pada referensi lain selain dari blog ini.

Persoalan kita kali ini adalah betul tidak sih hasil gambar kebanyakan IP cam umumnya masih di bawah camera analog? Jika betul, apakah yang menjadi sebab? Mengapa dengan budget yang lebih mahal, sebagian orang mau memilih IP cam? Persoalan apa sajakah yang kerapkali mendera pada aplikasi ini? 

Apakah anda sudah memasang IP Cam? Puaskah selama ini dengan kualitas gambarnya? Jika kedua pertanyaan tersebut anda jawab "ya", maka artikel ini bukanlah untuk anda. Namun, jika salah satu atau keduanya anda jawab "belum/tidak", maka silakan anda teruskan membaca. Namun perlu digarisbawahi, uraian ini tidak bermaksud untuk mem-vonis bagus jeleknya IP cam, karena bukan itu filosofi dari blog kami. Kami sekadar ingin berbagi pengetahuan dengan pembaca sekalian, sebab boleh jadi pembaca mengalami hal yang sebaliknya. Adapun paparan kami ini sebatas hipotesa semata. Tidak mengapa, bukan?

Kami akan awali dengan penjelasan mengenai parameter IP Cam yang perlu anda catat pertama kali. Apabila sudah jelas duduk perkaranya, maka kita dapat menjawab pertanyaan "nakal" dari customer dengan mudah. Tapi, sebelumnya kita mesti definisikan dulu, bahwa IP Cam adalah camera yang menggunakan protokol TCP/IP sebagai media penyalurannya. Protokol ini sama dengan yang kita gunakan saat browsing di internet. Jadi, IP cam bisa disamakan dengan satu situs, sehingga kita dapat mem-browsing-nya secara langsung, tanpa melalui DVR lagi. Sementara itu, camera analog menggunakan sinyal base video saja, tanpa ada proses konversi ke TCP/IP. Inilah yang membedakan keduanya. 

Baiklah, kita langsung saja ke TKP. Di bawah ini terlihat salah satu contoh menu IP cam. Silakan anda cermati dulu baik-baik.


Sudah? Nah, bagi yang awam -termasuk kami sendiri- parameter yang njlimet seperti itu tentu akan membingungkan, bukan? Tapi tenang dulu! Parameter di atas sudah biasa terdapat pada IP Cam, walaupun susunannya berbeda antar merk satu dengan yang lain. Mari kita sederhanakan dulu persoalannya, yaitu hanya fokus terhadap 4 (empat) parameter saja dan melupakan dulu parameter lainnya. Apa sebab? Sebab ke-4 parameter inilah sebenarnya yang merupakan rahasia di balik harga satu produk IP cam yang jarang diketahui orang. Apakah ke-4 parameter itu?

1. Frame Rate
2. Codec
3. Resolution
4. Bit rate

Para praktisi, terutama teknisi boleh menyertakan satu parameter lagi, yaitu bandwidth. Hanya perlu diketahui, bahwa bandwidth sebenarnya adalah muara dari ke-4 variable di atas, walaupun kadar signifikansinya berbeda, ada yang berpengaruh nyata, ada juga yang tidak. Parameter bandwidth menyangkut seberapa "besar" data yang dimiliki oleh satu IP Cam saat disalurkan melalui jaringan. Pada IP Cam, bahasan ini penting sekali. Namun, kami memandang perlu untuk membahas prosesnya terlebih dulu, yakni apa yang membedakan IP Cam dengan camera biasa. Setelah itu insya Allah kita bahas soal bandwidth ini pada kesempatan berikutnya.

Menurut kami, proses video pada IP Cam dapat diumpamakan seperti ilustrasi beberapa helai kertas di bawah ini.


Bayangkan jika kita memiliki satu atau beberapa helai kertas yang diasumsikan sebagai sinyal video, maka perumpamaannya adalah seperti di atas.

1. Frame Rate
Istilah ini menyatakan seberapa cepat gambar (frame) yang ditampilkan dalam satu detik. Jika diibaratkan film animasi kartun, maka semakin banyak kertas yang dipakai untuk satu gerakan, maka hasilnya akan semakin halus, bukan? Nah, nilai frame rate inilah yang menyebabkan beberapa tipe IP cam memberikan "efek perlambatan" seperti astronot yang berjalan di bulan. Awam sering mengatakannya dengan istilah "tidak real time". Lepas dari benar tidaknya istilah tersebut, namun fenomena inilah yang banyak terjadi di lapangan. Frame rate dinyatakan dalam fps (frame per second), satu istilah yang populer di kalangan pelaku CCTV. Ketahuilah, bahwa pengaturan fps pada IP Cam salah satunya dimaksudkan untuk mengontrol bandwidth. Nilai fps besar akan memakan banyak bandwidth dan kapasitas penyimpanan (storage). Oleh sebab itu perlu disesuaikan, misalnya seperti pada pilihan di bawah ini:


Untuk aplikasi biasa (non-critical application), sebenarnya angka 5 fps pun kami anggap sudah memadai dan hemat pula.

2. Codec
Sejujurnya, Codec inilah yang menjadi "biang keladi" dari semua kebingungan kita. Codec (singkatan dari coding-decoding atau bisa juga berarti  compress-decompress) adalah proses "peremasan" sinyal analog untuk diubah ke dalam bentuk digital. Agar bisa disalurkan melalui TCP/IP ataupun  disimpan ke dalam harddisk, maka sinyal video analog tadi mesti dikecilkan" dulu. Ilustrasinya ibarat setumpuk kertas utuh yang "diremas" (grabbing) agar bisa masuk ke dalam tong sampah. Adapun teknik Codec yang paling sering dipakai saat ini disebut dikenal dengan nama H.264. Teknik ini diklaim sebagai yang terkecil dibandingkan dengan generasi sebelumnya seperti MPEG-4 atau MJPEG. Semakin kecil ukuran, maka semakin banyak kertas yang bisa dibuang (baca: video yang disalurkan), bukan? 

Pernahkah anda membuka kembali kertas yang sudah dibuang ke dalam tong sampah seperti ilustrasi di atas? Apakah hasilnya akan semulus sediakala? Tentunya tidak, bukan? Kertas akan kusut! Nah, seperti inilah problematika Codec dalam teknik video.

3. Resolusi
Resolusi bisa diartikan secara awam sebagai tingkat kehalusan gambar. Makin tinggi nilainya, maka gambar akan tampak semakin detail (rapat). Resolusi pada camera non-IP (camera analog) dinyatakan dalam TVL (tv lines) -misalnya 380tvl, 420tvl atau 600tvl-. Sedangkan pada IP Cam dan DVR, resolusi ini "menjelma" menjadi CIF (baca: sif), D1, QCIF dan nama lainnya. Penyebabnya adalah si Codec tadi! Resolusi dalam dunia digital tidak dinyatakan dengan TVL lagi, melainkan dengan parameter lain seperti contoh di atas. Lantas apa arti semua ini? DVR Standalone sering memakai resolusi CIF dengan ukuran sekitar 352x240 atau D1 sekitar 704x480. Resolusi ini tidak lain menyatakan luasnya gambar (image) yang ditampilkan. Nah, pada IP Cam kita bisa memilih resolusi yang ditawarkan, misalnya seperti menu di bawah ini:


Sekali lagi perlu diingat, semakin tinggi resolusi yang kita pilih, semakin tinggi pulalah konsumsi bandwitdth camera tersebut. Jadi, sesuaikanlah dengan kemampuan infrastruktur jaringan yang ada. Sekilas terlihat bahwa parameter IP cam di atas terkesan jor-joran. Apakah anda tertarik memilih resolusi 1080P untuk beberapa IP cam anda? Atau malah kurang tinggi?

4. Bit rate
Pernahkah anda mendapati hasil gambar dari satu objek bergerak (misalnya mobil atau orang berjalan), namun banyak dipenuhi dengan kotak-kotak di sekelilingnya? Tentu saja tidak sedap dipandang, bukan? Nah, dalam IP cam hal ini diakibatkan oleh nilai bit rate yang rendah. Secara umum, bit rate menyatakan berapa banyak data yang dikirimkan dalam satu saat. Satuannya adalah bit per second (bps). Makin tinggi bit rate, maka kualitas video pada IP Cam akan semakin baik. Perhatikanlah menu IP cam di bawah ini:


Terlihat di sana ada sejumlah deretan Bit rate yang bisa dipilih, mulai dari 512kbps hingga 10Mbps. Umumnya, IP cam secara otomatis akan menetapkan bit rate minimal pada resolusi yang dipilih. Seperti pada contoh di atas, saat kita memilih resolusi tertinggi, maka secara otomatis bit rate akan ditetapkan sebesar 6 Mbps. Ini adalah batas minimal untuk menghasilkan kualitas gambar yang memadai pada resolusi itu. Artinya, kita tidak akan memperoleh hasil yang bagus manakala bit rate ini kita kurangi. Tidak berlebihan kiranya jika kami katakan kualitas IP cam sangat bergantung pada parameter ini. Jadi, perhatikanlah parameter ini baik-baik saat kita melakukan setting!

Sebagai tambahan, perhatikan pula penulisan satuan bit per second yang benar, yaitu dengan huruf b (kecil), bukan B (besar). b menyatakan bit, sedangkan B menyatakan byte (dibaca: bayt). Oleh karena 1 Byte sama dengan 8 bit, maka keduanya jauh berbeda dalam nilai. Lalu, kapankah kita memakai satuan bit dan kapan pula kita memakai Byte? Patokannya adalah, jika yang diukur itu adalah kecepatan transfer data, maka gunakanlah bit. Contoh: paket internet Speedy, maka satuannya adalah 384 kbps (dibaca kilo bit per second, bukan kBps). Bit rate ditulis dengan 6 Mbps (mega bit per second, bukan mega Byte). Namun, jika menyatakan kapasitas penyimpanan data, maka digunakan satuan Byte. Contoh: hard disk 500 GB ditulis dengan huruf B (besar), artinya 500 giga byte (bukan 500 giga bit). Demikian juga hard disk 1 TB dibaca tera byte (bukan tera bit). Untuk quota speedy, misalnya, di sana dinyatakan fair usage sebesar 3GB. Maka, ini harus dibaca 3 giga byte, bukan 3 giga bit. Bagaimana? Semoga jelas.

Kesimpulan
Bermain dengan IP Cam akan terasa menyenangkan apabila kita mengetahui ke-4 parameter video di atas. Dari uraian singkat ini, semoga anda bisa menjawab pertanyaan mengapa IP cam yang ini (hasilnya) jelek, sedangkan yang itu bagus? Atau menjawab pertanyaan customer: mengapa yang ini murah, tapi yang itu mahal?  Harap dicatat, bahwa kualitas maupun harga IP cam setidaknya dipengaruhi oleh ke-4 parameter di atas. Bagaimanakah dengan IP cam anda?


Next on Tanya Alarm & CCTV 
Persoalan Bandwidth pada IP Cam dan Bagaimana Cara Mengetahuinya

15 April 2020

Bandwidth pada IP Cam dan Cara Mengamatinya - Bagian 2

Apakah tools yang bisa digunakan untuk mengetahui bandwidth?
Jika produk IP cam sudah dilengkapi dengan program aplikasi dari pabrik semisal Net Viewer, CMS atau yang lainnya, maka saat aplikasi dibuka, setiap channel akan menampilkan besarnya bandwidth (tepatnya: throughput) pada resolusi dan codec yang dipilih. Contohnya seperti terlihat di bawah ini. IP cam dengan codec H.264, resolusi 1280x720 dan frame rate 25fps memberikan throughput sebesar 364 KB (abaikan penulisan B yang salah pada clip di bawah!).


364KB maksudnya adalah 364 kbps. Ini baru untuk satu camera saja! (Bandingkan dengan paket telkom speedy 384kbps yang iuran per bulannya sekitar 200 ribu rupiah!). Lantas, bagaimanakah jika ada beberapa IP cam dalam satu jaringan, tentunya repot jika kita harus menjumlahkannya satu per satu, bukan? Selain itu, oleh karena real time, maka angkanyapun akan selalu berubah-ubah (update), walaupun selisihnya tidak besar. Inilah yang menyulitkan.

Namun jangan khawatir, sebab untuk itu kita bisa memanfaatkan utility Task Manager bawaan Windows. Setelah semua camera online, tekanlah pada keyboard PC kita tombol Ctrl-Shift-Esc secara bersamaan. Maka, akan tampil layar Windows Task Manager. Pilihlah kolom Networking. Nah, di sanalah kita bisa melihat seberapa besar total data (throughput) dari semua IP cam -dan juga dari peralatan IP lainnya- yang "mengalir" ke PC kita secara real time. Jika kita bandingkan dengan tampilan dari utility IP cam, hasilnya relatif sama. Terlihat pula di sana, network switch kita secara total menyediakan bandwidth sebesar 100 Mbps, dimana ini adalah angka yang lumrah pada jaringan lokal (LAN).


Gambar 1

Clip pada software di kiri atas memperlihatkan camera ini baru memakan 61 kbps. Sekarang perhatikan tampilan pada Task Manager sebelah kanan yang menunjukkan angka 0,60% (0,6 persen dari 100Mbps = 60 kbps). Relatif sama, bukan?

                                                                       Gambar 2

Sekarang kita tambahkan lagi satu camera seperti terlihat pada gambar kedua. Camera kedua ini kami set pada resolusi dan fps yang sama, tetapi dengan menggunakan codec MJPEG. Jika diamati lebih jauh, kita bisa menyimpulkan dua hal, yaitu:

1. Pemilihan Codec ternyata sangat berpengaruh pada throughput (bandwidth). Terlihat pada resolusi dan fps yang sama (352x288, 25fps), camera 1 yang memakai codec H.264 mengalirkan data sebesar 61kbps saja, sedangkan camera 2 dengan codec MJPEG memakan 266kbps. Cukup signifikan bedanya, bukan?

2. Bandwidth total (throughput) pada Task Manager terlihat bertambah.

Dari dua gambar di atas, kiranya jelas bagi pembaca, bahwa permainan IP cam sebenarnya hanya di seputar ini. Silakan lakukan eksperimen sendiri dengan mengubah-ubah parameter IP cam seperti telah kami bahas sebelumnya, lalu perhatikanlah perubahan throughput-nya pada bandwidth total yang tersedia, yaitu 100Mbps.

O, ya, kami sedikit penasaran, berapa sih data yang dikeluarkan oleh camera test ini pada peak performance-nya? Untuk itu kami coba geber semua parameternya ke arah maksimum seperti ini:


Dengan mengabaikan dulu peringatan ini:


Alhasil, pada kondisi cukup ekstrim ini camera tersebut memakan sedikitnya 10 Mbps, satu jumlah yang lumayan besar. Perhatikan hasil dari Task Manager di bawah ini.



Jika throughput per camera sudah diketahui, kita dapat dengan mudah mengetahui berapa bandwidth yang diperlukan dari semua IP camera yang terpasang. 

Penutup

Sedikitnya kami mencatat beberapa hal penting seputar masalah ini, yaitu: 

1.  Throughput IP cam perlu dikenali dan dicermati dengan baik, agar nantinya bisa disesuaikan dengan kemampuan bandwidth jaringan yang ada.

2. Faktor yang mempengaruhi langsung throughput IP cam secara berurutan adalah: codec --> resolusi --> bit rate --> frame rate. Sedangkan yang secara tidak langsung adalah faktor kuat cahaya, khususnya saat kondisi gelap di malam hari.

3.  Secara umum, usahakanlah agar throughput ini tidak melebihi 70% dari bandwidth yang tersedia (istilahnya: don't go over 70!). Misalkan kita memiliki network switch 100Mbps, maka usahakan agar throughput dari semua camera tidak melebihi 70Mbps (setara dengan max. 6 camera pada contoh ekstrim di atas). 

4. Jangan lupa perhatikan pula traffic dari peralatan network lainnya. Jangan sampai sang IT manager dibuat "murka" gara-gara jaringannya terbebani oleh IP cam kita! Jika perlu, belilah network switch baru yang khusus untuk IP cam kita.

Demikian ulasan singkat dari kami. Semoga bermanfaat untuk pembaca sekalian. Salam!


14 April 2020

Bandwidth pada IP Cam dan Cara Mengamatinya - Bagian 1


Persoalan bandwidth -khususnya pada IP Cam- merupakan perkara yang penting sekali diketahui. Dengan memahaminya, kita akan tahu mengapa sebagian IP cam gambarnya lancar jaya, tapi yang lain tersendat-sendat, bahkan sampai membeku (freeze). Pernahkah anda mengalaminya? Walau telah banyak literatur yang mengupas tuntas persoalan ini, perkenakanlah kami membahasnya kembali sebagai penyegaran. 

Apa yang menjadi sebab munculnya issue ini?
Persoalan ini muncul oleh karena kita tidak bisa menata infrastruktur jaringan yang ada sekehendak kita. Jaringan yang dimaksud umpamanya kabel telepon, internet rumah, jaringan lokal di kantor dan lainnya, sudah terpatok pada angka yang tidak bisa kita permak lagi menjadi lebih besar. Ibarat jalan raya, kita tidak bisa menata sesuka hati kita. Artinya, saat terjebak macet di jalan, kita tidak bisa melebarkan jalan begitu saja, bukan? Tidak ada yang bisa kita lakukan selain "menikmati" kemacetan itu. Nah, demikian pula halnya dengan bandwidth, baik pada IP cam maupun lainnya, bisa diibaratkan dengan jalan yang memiliki lebar tertentu. Boleh juga kita mengambil analogi pipa pralon. Jadi, bandwidth ini ibarat pipa yang memiliki ukuran (diameter) tertentu, ada yang besar, sedang, kecil, bahkan sangat kecil seperti sedotan minuman.

Apa satuan yang dipakai untuk menyatakan bandwidth?
Jika besar atau ukuran pipa air dinyatakan dalam diameter sekian inch, maka bandwidth dinyatakan dalam bit per second (bps). Perhatikan penulisan yang benar untuk satuan ini adalah dengan huruf b (kecil), jadi dibaca bit, bukan byte. 

Infrastruktur apa yang bisa dimanfaatkan oleh IP cam?
IP cam pada umumnya dibagi ke dalam kelompok ini:
1. Aplikasi via jaringan lokal (LAN) di dalam satu gedung.
2. Aplikasi via internet.
3. Aplikasi via access point.

Silakan anda tambahkan aplikasi lainnya, misalkan via FO (fibre optic), microwave link atau lainnya, namun ketiga contoh di atas kami anggap sudah mewakili.

Berapakah ketersediaan bandwidth max. yang ada?
Sebagai patokan kita bisa menggunakan angka-angka ini:
1. LAN menyediakan hingga 100 Mbps atau 1000 MBps (Gigabit).
2.Internet, seperti telkom Speedy tersedia dalam paket 384 kbps, 512kbps, 1 Mbps, 2 Mbps dan 3 Mbps. 
3. Access Point, umumnya dipakai 802.11g @54Mbps dan 802.11n @150Mbps.

Kesemuanya itu dapat diilustrasikan secara sederhana seperti diagram di bawah ini. Kita bisa membandingkan manakah yang menyediakan bandwidth terbesar, bukan? Kliklah pada gambar unuk memperbesar.






Wow, perhatikanlah perbandingan antara aplikasi LAN (1) dan internet (2). Ternyata sangat drastis, bukan? Artinya, jika ingin melihat IP cam melalui internet, kita tidak boleh mengharapkan hasil yang sama dengan melalui LAN lokal. Jika LAN ibarat pipa pralon berukuran 2 inch, maka access via internet ibarat sedotan minuman saja. Wah, kalau begitu pantas saja jika access camera via internet umumnya sangat lambat. Lalu, bagaimanakah kita mengetahui keperluan bandwidth total dari semua camera kita? Faktor apa sajakah yang mempengaruhi besar kecilnya data satu IP Cam? Nantikan pada uraian kami berikutnya, insya Allah.

Sumber: tanyaalarm.blogspot.com atas seijin penulis.