Pengantar
Mesin absensi (Time Attendance) tergolong produk yang rentan terhadap kecurangan yang dilakukan oleh karyawan sendiri. Istilah "titip absen" merupakan kendala bagi sebagian pengusaha saat ini, terlebih lagi apabila masih memakai sistem absensi kartu ketok (analog) yang istilahnya "mesin amano". Mengapa sampai disebut mesin amano? Hal itu disebabkan saking terkenalnya produk merk Amano dari Jepang dalam memproduksi mesin absensi yang berkualitas tinggi. Kendati "digempur" oleh berbagai jenis teknologi mesin absen yang terbilang canggih, sebut saja proximity card, fingerprint atau handkey, namun hal ini belum menyurutkan popularitas mesin Amano itu sendiri. Bahkan, kita jumpai semakin banyak model mesin Amano ini. Satu hal yang bisa kami catat mengenai reputasi dari sistem kartu ketok Amano ini adalah dalam hal kehandalannya. Seperti diketahui, kehandalan (durabilty) merupakan syarat mutlak bagi satu sistem absensi yang dioperasikan sepanjang waktu. Mesin absensi tidak boleh error barang sedetikpun dan harus mudah dipakai. Hal ini kontras dengan sistem absensi lain, sebut saja sidik jari (fingerprint). Walaupun tidak mungkin terjadi titip absen, namun berdasarkan pengalaman sistem absen sidik jari ternyata lebih sering error (hang), terutama jika jumlah antrian karyawannya banyak. Apakah anda mengalaminya?
Paparan kami kali ini bukan seputar perbandingan kecanggihan dari setiap mesin absen. Kami lebih tertarik pada bagaimanakah cara mengurangi "absensi palsu" yang dilakukan oleh karyawan, khususnya bagi yang memakai sistem kartu ketok amano. Di akhir paparan nanti, kami tidak menghujamkan rekomendasi ke arah pemakaian face recognition sebagai solusi utama, karena kami menyadari betul bahwa tidak setiap perusahaan mampu membeli peralatan semahal itu.
Baiklah kita mulai saja dengan ide dasarnya. Untuk menerapkan sistem ini sebenarnya mudah. Kita tinggal menempatkan camera sedemikian rupa, sehingga gerak-gerik karyawan saat mengabsen bisa terekam dengan baik melalui DVR. Weleh, apakah masalahnya sesederhana itu? Ya, memang seperti itulah konsep dasarnya. Wah, gampang dong kalau begitu! Memang, untuk membangun sistem yang handal, adakalanya kita tidak memerlukan peralatan super canggih. Selama sistem tersebut bisa mencapai tujuan yang diharapkan, maka kitapun bisa memakainya. Pada topik kali ini, jika kami boleh menyebut dengan istilah asing agar tampak keren, maka sistem ini disebut CCTV Surveillance for Time Attendance (CSTA).
Sistem yang sederhana ini terdiri atas:
1. Camera
2. DVR Standalone
3. TV Monitor (optional)
4. PC Laptop (optional)
5. USB Disk (optional)
6. Warning Decal
Dalam penjelasannya nanti kami akan mengambil contoh sistem absensi existing yang ada pabrik skala kecil. Perhatikanlah bagaimana camera ditempatkan di berbagai sudut (angle) sebagai bahan referensi pembaca sekalian. Diakui atau tidak, penempatan camera yang tepat akan memberi efek psikologis tersendiri bagi siapa saja yang berada di depannya. Lalu, bagaimanakah nanti DVR di-setting untuk keperluan ini? Apa pula fungsi PC / Laptop dan USB disk? Terakhir, warning decal seperti apakah yang enak untuk dipampang?
Basic Illustration
Sebagai pembuka wacana, kira-kira demikianlah ilustrasi dasar dari sistem sederhana yang dimaksud. Secara umum, mesin amano biasanya ditepatkan di bagian tertentu, entah itu di luar ataupun di dalam ruangan. Namun, ide dasar penempatan camera adalah: letakkan camera sekitar 2m - 2.5m di atas lantai dengan mengarah tepat ke depan mesin absen. Upayakan satu camera mengamati satu mesin absen, sehingga sudut pandangnya bisa diatur lebih dekat. Ambillah objek setengah badan dengan cara mengatur lensa (lensa jenis varifocal lebih pas untuk keperluan ini!). Dengan mengambil objek setengah badan, identitas karyawan bisa lebih dikenali.
Jika menerapkan sistem absen per Departemen, maka ilustrasinya bisa seperti gambar di atas. Terlihat dua mesin absen TA1 dan TA2 diletakkan di satu tempat, namun karyawan mengambil jurusan berbeda. Upayakan juga agar gambar Camera 1 tidak overlap dengan Camera 2, karena ini akan menyulitkan identifikasi. Kami yakin dari ilustrasi di atas, pembaca sekalian (khususnya para staf HRD) dapat membuat sistem yang jauh lebih baik, karena sesuai dengan kondisi real di lapangan. Lalu, bagaimanakah dengan fungsi DVR? Insya Allah kami paparkan konfigurasinya pada sesi selanjutnya.
DVR Record Mode
Sekurangnya kita mengenal 5 (lima) mode perekaman DVR. Nah, dari semua mode ini, manakah yang bisa diaplikasikan ke dalam sistem pengawasan absensi ini? Menurut kami ada 3 mode, yaitu: Manual, Schedule dan Motion. Namun, pertimbangkanlah dulu mode Schedule sebelum mencoba mode lainnya. Dengan mode ini, kita bisa menetapkan jadwal rekaman per hari yang disesuaikan dengan jam kerja. Misalkan, dari Senin hingga Sabtu mulai pukul 07.30 - 08.30 (jam kedatangan), dilanjutkan lagi dengan pukul 17.00 - 17.30 (jam kepulangan). Bagi yang menerapkan sistem shift, DVR bisa di-setting agar merekam pada tiga waktu shift berbeda setiap hari dengan durasi antara 1/2 hingga 1 jam.
Lantas, berapa fps-kah sebaiknya recording framerate kita set? Silakan anda tentukan, karena untuk keperluan ini kecepatan 5 fps pun sudah sangat memadai. Ingat, ini adalah satuan per detik, sehingga kita tidak akan kehilangan momen! Sedangkan untuk video Quality bisa dipilih Normal atau High (bila perlu). Untuk setting awal DVR selesai hingga di sini. Sekarang, bagaimanakah kira-kira daily operation-nya?
Sumber: tanyaalarm.blogspot.com.
0 komentar:
Post a Comment
Maaf jika ada pertanyaan yang tidak saya jawab, dikarenakan kesibukan penulis yang tidak memungkinkan untuk selalu online. Dan mohon maaf untuk iklan dengan terpaksa saya hapus.